Halaman

Rabu, 11 Januari 2012

Belalang sembah dan kanibalisme seksual

Biologi umum belalang sembah
Belalang sembah dahulu dimasukkan ke dalam ordo Orthoptera bersama dengan belalang, kecoa, dan belalang ranting. Namun, versi terakhir menyatakan bahwa belalang sembah dimasukkan ke dalam ordo tersendiri, disebut Mantodea, yang hanya mempunyai satu famili, yaitu Mantidae (belalang sembah). Hampir semua spesies yang termasuk ke dalam ordo ini adalah predator atau pemangsa artropoda lain.
Bentuk belalang sembah unik, yaitu sepasang kaki depannya membesar dan berperan sebagai alat penangkap dan pencengkeram yang kuat. Deretan duri kuat dan tajam yang tumbuh pada sisi femur (paha) dan tibia belalang membuat mangsa yang tertangkap dipastikan tidak dapat melepaskan diri.
Belalang sembah mempunyai daya reproduksi cukup tinggi. Seekor belalang betina mampu meletakkan telur sebanyak 10 – 400 ekor butir yang dikemas di dalam kantung telur (ootheca) yang mirip buih yang mengeras. Nimfa yang keluar mirip dengan belalang dewasa, hanya saja mereka belum mempunyai sayap yang berkembang sempurna, dan alat reproduksi. Seekor nimfa mampu berganti kulit lima sampai 1o kali tergantung spesiesnya.
Salah satu ciri biologi paling menarik dari belalang sembah adalah perilaku kanibalisme belalang betina terhadap pasangannya, yang lazim disebut kanibalisme seksual, yaitu perilaku menyerang dan memakan individu satu spesies yang berlainan jenis kelamin. Biasanya, kanibalisme seksual dilakukan oleh organisme betina terhadap organisme jantan, meskipun pada beberapa kasus terjadi pula sebaliknya.
Para ahli biologi sangat berminat untuk mempelajari perilaku unik ini, terutama pada alasan belalang sembah ini melakukan kanibalisme seksual, dan keuntungan atau kerugian yang mereka dapatkan ketika melakukan kanibalisme seksual.
Sebagai informasi tambahan, di antara sekian banyak golongan serangga, golongan belalang sembah ini mungkin merupakan satu-satunya golongan serangga yang menerapkan kanibalisme seksual sejati. Artinya, kanibalisme tipe ini merupakan salah satu sifat yang melekat pada belalang sembah. Pertanyaan yang kemudian muncul: Apakah belalang jantan memang selalu menjadi korban dari belalang betina? Apakah belalang jantan mempunyai perilaku khusus untuk menghindarkan diri dari kanibalisme tersebut?
Mekanisme kanibalisme
Tenodera aridifolia betina (lebih besar) sedang memangsa pasangannya (Apple, 2000)
Para ahli masih berbeda pendapat pada sebuah pertanyaan, yaitu apakah setiap spesies belalang sembah pasti melakukan kanibalisme seksual pada pasangannya? Perbedaan ukuran tubuh belalang betina dan jantan, di samping perilaku agresif belalang betina, menimbulkan dugaan, bahwa belalang jantan adalah objek kanibalisme (baca: menjadi mangsa) dari belalang betina.
Jika Anda amati dengan teliti perilaku sanggama mereka, maka Anda akan melihat bahwa belalang betina cenderung menyerang belalang jantan. Sebaliknya, belalang jantan berusaha secepat mungkin untuk menyanggamai belalang betina, sekaligus menghindar jika belalang betina menunjukkan kecenderungan untuk memangsanya. Perilaku belalang betina ini menunjukkan adanya insting menyerang pada segala jenis benda bergerak, termasuk pasangannya!
Keuntungan kanibalisme seksual
Para ahli mengemukakan tiga pendapat tentang keuntungan kanibalisme seksual, yaitu (1) menyediakan sumber pakan (dari tubuh belalang jantan), (2) mengurangi pesaing dalam hal mendapatkan pakan bagi belalang betina (dalam hal ini, belalang jantan dianggap sebagai pesaing), dan (3) mengoptimalkan proses transfer sperma kepada belalang betina.
Penelitian menunjukkan bahwa belalang betina yang kelaparan akan mempunyai kecenderungan memangsa pasangannya lebih tinggi. Hal ini menunjukkan, bahwa sebenarnya kanibalisme pada belalang mantid bisa saja diterjemahkan sebagai pemenuhan kebutuhan akan nutrisi yang dibutuhkan sebagai persiapan untuk pembentukan telur (baca, keturunan) dan sekaligus energi untuk mencari tempat dan meletakkan telur-telurnya. Sebagai tambahan, belalang jantan adalah sumber pakan yang paling dekat, sehingga energi yang biasanya digunakan untuk berburu/ mendapatkan mangsa dapat dihemat.
Pustaka
  • Barry, K.L., G.I. Holwell, & M.E. Herberstein. 2008. Female praying mantids use sexual cannibalism as a foraging strategy to increase fecundity. Behavioral Ecology 19: 710-715.
  • Battiston, R., 2008. Mating behavior of the mantid Ameles decolor (Insecta, Mantodea): Courtship and cannibalism. Journal of Orthoptera Research 17: 29-33.
  • Birkhead, T.R., K.E. Lee, & P. Young. 1988. Sexual cannibalism in the praying mantis Hierodula membranacea. Behaviour 106: 112-118.
  • Bushkirk, R.E., C. Frohlich, & K.G. Ross. 1984. The natural selection of sexual cannibalism. The American Naturalist 123: 612-625.
  • Maxwell, M.R., K.M. Gallego, & K.L. Barry. 2010. Effects of female feeding regime in a sexually cannibalistic mantid: fecundity, cannibalism, and male response in Stagmomantis limbata (Mantodea). Ecological Entomology 35: 775-787.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar