BAB VIII
ASURANSI JIWA
A.
PENGERTIAN ASURANSI JIWA
1.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992
Dalam undang-undang Nomor 2 Tahun 1992, dirumuskan
definisi asuransi yang lebih lengkap jika dibandingkan dengan rumusan yang
terdapat dalam Pasal 246 KUHD. Menurut ketentuan Pasal 1 angka (1)
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 :
“Asuransi atau pertanggungan adalah
perjanjian antara 2 (dua) pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung
mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk
memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau
keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang
mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa tidak
pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggalnya
seseorang yang dipertanggungkan”.
Ketentuan Pasal 1 Angka (1) Undang-Undang Nomor 2
Tahun 1992 ini mencakup 2 (dua) jenis asuransi yaitu :
a.
Asuransi
kerugian (Loss Insurance), dapat
diketahui dari rumusan :
“untuk
memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau
kehilangan keuntuungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak
ketiga yang mungkin akan didenda oleh tertanggung”
b.
Asuransi Jumlah
(sum insurance), yang meliputi
asuransi jiwa dan asuransi sosial dapat diketahui dari rumusan :
“untuk
memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya
seseorang yang dipertanggung jawabkan”.
Dalam
hubungannya dengan asuransi jiwa, maka fokus pembahasan diarahkan pada jenis
asuransi butir (b). apabila rumusan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 2
Tahun 1992 dipersempit hanya melingkup jenis asuransi, maka rumusannya adalah :
“Asuransi
jiwa adalah perjanjian antara 2 (dua)
pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada
tertanggung dengan menerima premi, untuk memberikan suatu pembayaran yang
didasarkan atas meninggal atau hidupnya
seseorang yang diasuransikan”.
Definisi
inilah yang dijadikan titik tolak pembahasan asuransi jiwa selanjutnya.
sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992,
asuransi jiwa diatur dalam Ordonantie op
het Levensverzekering Bedrijf (Staatsblad Nomor 101 Tahun 1941). Menurut
ketentuan Pasal 1 angka (1) huruf (a)
Ordonansi tersebut :
“Overeenkomsten van levensverzekering, de
overeenkomsten tot het doen van geldelijke uitkeringen tegen genot van premie
en inverband met het leven of den dood van den mensch, overeenkomsten van
herverzekering daaronder begrepen, met dien verstande, dat overeenkomsten van
ongevallenverzekering niet als overeenkomsten van levensverzekering worden
berschouwd”.
Terjemahannya :
“asuransi jiwa
adalah perjanjian untuk membayar sejumlah uang karena telah diterimanya premi,
yang berhubungan dengan hidup atau matinys sesorang, reasuransi termasuk di
dalamnya, sedangkan asuransi kecelakaan tidak termasuk dalam asuransi jiwa”.
Dalam pasal 27 Undang-Undang Nomor 2
Tahun 1992 ditentukan bahwa dengan berlakunya undang-undang ini, maka Ordonantie op het Levensverzekering Bedrijf dinyatakan
tidak berlaku lagi. Adapun yang dimaksud dengan “undang-undang ini” adalah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992. Oleh
karena itu, tidak perlu lagi membahas asuransi jiwa berdasarkan Ordonansi ini
karena sudah tidak berlaku lagi, dan pengertiian asuransi jiwa sudah tercakup
dalam Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992.
2.
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)
Dalam KUHD asuransi jiwa diatur dalam
Buku I bab X Pasal 302- Pasal 308 KUHD, jadi hanya 7 (tujuh) pasal. Akan
tetapi, tidak 1 (satu) pasal pun yang memuat rumusan definisi asuransi dalam
Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 dijadikan titik tolak
pembahasan dan ini ada hubungannya dengan ketentuan Pasal 302 dan Pasal 308
KUHD yang membolehkan orang mengasuransikan jiwanya.
Menurut ketentuan Pasal 302 KUHD :
“Jiwa
seseorang dapat diasuransikan untuk keperluan orang yang berkepentingan, baik
untuk selama hidupnya maupun untuk waktu yang ditentukan dalam perjanjian”.
Selanjutnya, dalam Pasal 303 KUHD ditentukan :
“Orang yang
berkepentingan dapat mengadakan asuransi itu bahkan tanpa diketahui atau
persetujuan orang yang diasuransikan jiwanya itu”.
Berdasarkan kedua Pasal tersebut,
jelaslah bahwa setiap orang dapat mengasuransikan jiwanya, asuransi jiwa bahkan
dapat diadakan untuk kepentingan pihak ketiga. Asuransi jiwa dapat diadakan
selama hidup atau selama jangka waktu tertentu yang ditetapkan dalam
perjanjian.
Sehubungan dengan uraian pasal-pasal
perundang-undangan di atas, Purwosutjipto memperjelas lagi pengertian asuransi
jiwa dengan mengemukakan definisi :
“Pertanggungan
jiwa adalah perjanjian timbal balik antara penutup (pengambil) asuransi dengan
penanggung, dengan mana penutup (pengambil) asuransi meengikatkan diri selama
jalannya pertanggungan membayar uang premi kepada penanggung, sedangkan
penanggung sebagai akibat langsung dari
meninggalnya orang yang kiwanya dipertanggungkan atau telah lampaunya jangka
waktu yang diperjanjikan, mengikatkan diri untuk membayar sejumlah uang
tertentu kepada orang yang ditunjuk oleh penutup pengambil asuransi sebagai
penikmatnya”.
Dalam rumusan definisinya, Purwosutjipto
menggunakan istilah “penutup (pengambil) asuransi" dan “penanggung”.
Definisinya Purwosutjipto, berbeda
dengan definisi yang terdapat dalam Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 2
Tahun 1992. Perbedaan tersebut adalah sebagai berikut.
a.
Dalam
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 dengan tegas dinyatakan bahwa pihak-pihak mengikatkan
diri secara timbale balik itu disebut “penanggung dan tertanggung”, sedangkan
Purwosutjipto menyebutnya “penutup (pengambil) asuransi dan penanggung”.
b.
Dalam
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 dinyatakan bahwa “penanggung dengan menerima
premi memberikan pembayaran tanpa menyebutkan kepada orang yang ditunjuk
sebagai penikmatnya. Purwosutjipto menyebutkan “membayar kepada orang yang
ditunjuk oleh penutup (pengambil) asuransi sebagai penikmatnya”. Kesannya hanya
untuk asuransi jiwa selama hidup, tidak termasuk untuk yang berjangka waktu
tertentu.
B.
POLIS ASURANSI JIWA
1.
Bentuk dan Isi Polis
Sesuai dengan ketentuan Pasal 255 KUHD, asuransi
jiwa harus diadakan secara tertulis dengan bentuk akta yang disebut polis.
Menurut ketentuan Pasal 304 KUHD, polis asuransi jiwa memuat :
a. Hari diadakan asuransi;
b. Nama tertanggung;
c. Nama orang yang jiwanya diasuransikan;
d. Saat mulai dan berakhirnya evenemen;
e. Jumlah asuransi;
f. Premi asuransi;
Akan tetapi, mengenai rancangan jumlah dan penentuan
syarat-syarat asuransi sama sekali bergantung pada persetujuan antara kedua
pihak (Pasal 305 KUHD).
a.
Hari diadakan asuransi
Dalam polis harus dicantumkan hari dan
tanggal diadakan asuransi. Hal ini penting untuk mengetahui kapan asuransi itu
mulai berjalan dan dapat dikketahui pula sejak hari dan tanggal itu risiko
menjadi beban penanggung.
b.
Nama tertanggung
Dalam polis harus dicantumkan nama
tertanggung sebagai pihak yang wajib membayar premi dan berhak menerima polis.
Apabila terjadi evenemen atau apabila jangka waktu berlakunya asuransi
berakhir, tertanggung berhak menerima
sejumlah uang santunan atau pengembalian dari penanggung. Selain
tertanggung, dalam praktik asuransi jiwa dikenal pula penimat (beneficiary), yaitu orang yang berhak
menerima sejumlah uang tertentu dari penanggung karena ditunjuk oleh
tertanggung atau karena ahli warisnya, dan tercantum dalam polis. Penikmat
berkedudukan sebagai pihak ketiga yang berkepentingan.
c.
Nama orang yang jiwanya diasuransikan
Objek asuransii jiwa adalah jiwa dan
badan manusia sebagai suatu kesatuan. Jiwa tanpa badan tidak ada, sebaliknya
badan tanpa jiwa tidak ada arti apa-apa bagi asuransi jiwa. Jiwa seseoorang
merupakan objek asuransi yang tidak berwujud, yang hanya dapat dikenal melalui
wujud badannya. Orang yang punya badan itu mempunyai nama yang jiwanya
diasuransikan, baik sebagai pihak tertanggung ataupun sebagai pihak ketiga yang
berkepentingan. Namanya itu harus dicantumkan dalam polis. Dalam hal ini,
tertanggung dan orang yang jiwanya diasuransikan itu berlainan.
d.
Saat mulai dan berakhirnya evenemen
Saat mulai dan berakhirnya evenemen
merupakan jangka waktu berlaku asuransi, artinya dalam jangka waktu itu risiko
menjadi penanggung, misalnya mulai tanggal 1 Januari 1990 sampai tanggal 1
Januari 2000. Apabila dalam jangka waktu itu terjadi evenemen, maka penanggung
berkewajiban membayar santunan kepada tertanggung atau orang yang ditunjuk
sebagai penikmat (beneficiary).
e.
Jumlah asuransi
Jumlah asuransi adalah sejumlah uang
tertentu yang diperjanjikan pada saat diadakan asuransi sebagai jumlah santunan yang wajib dibayar
oleh penanggung kepada penikmat dalam hal terjadi evenemen, atau pengembalian kepada
tertanggung sendiri dalam hal berakhirnya jangka waktu asuransi tanpa terjadi
evenemen. Menurut ketentuan Pasal 305 KUHD, perkiraan jumlah dan syarat-syarat
asuransi sama sekali ditentukan oleh perjanjian bebas antara tertanggung bebas
antara tertanggung dan penanggung. Dengan adanya perjanjian bebas tersebut,
asas kepentingan dan asas keseimbangan
dalam asuransi jiwa dikesampingkan.
f.
Premi asuransi
premi asuransi adalah sejumlah uang yang
wajib dibayar oleh tertanggung kepada penanggung setiap jangka waktu tertentu,
biasanya setiap bulan selama asuransi berlangsung. Besarnya jumlah premi
asuransi bergantung pada jumlah asuransi yang disetujui oleh tertanggung pada
saat diadakan asuransi.
2.
Penanggung, Tertanggung, Penikmat
Dalam hukum asuransi minimal terdapat 2
(dua) pihak, yaitu penanggung dan tertanggung. Penanggung adalah pihak yang
menanggung beban risiko sebagai imbalan premi yang diterimanya dari
tertanggung. Jika terjadi evenemen yang menjadi beban penanggung, maka
penanggung berkewajiban mengganti kerugian. Dalam asuransi jiwa, jika terjadi
evenemen matinya tertanggung, maka penanggung wajib membayar sejumlah uang
pengembalian kepada tertanggung. Penanggung adalah Perusahaan Asuransi Jiwa
yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko yang dikaitkan dengan hidup
atau matinya seseorang yang diasuransikan. Perusahaan Asuransi Jiwa merupakan
badan hukum milik swasta atau badan hukum milik negara.
Asuransi dapat juga diadakan untuk
kepentingan pihak ketiga dan ini harus dicantumkan dalam polis. Menurut teori
kepentingan pihak ketiga (the third party interest theory), dalam
asuransi jiwa, pihak ketiga yang berkepentingan itu disebut penikmat. Penikmat
ini dapat berupa orang yang ditunjuk oleh tertanggung atau ahli waris
tertanggung. Munculnya peniat ini apabila terjadi evenemen meninggalnya
tertanggung. Dalam hal ini, tertanggung yang meninggal itu tidak mungkin dapat
menikmati santunan, tetapi penikmat yang ditunjuk atau ahli waris
tertanggunglah sebagai yang berhak menikmati santunan. Akan tetapi, bagaimana
halnya jika asuransi itu berakhir tanpa evenemen meninggalnya tertanggung?
Dalam hal ini tertanggung sendiri yang berkedudukan sebagai penikmat karena dia
sendiri masih hidup dan berhak menikmati pengembalian sejumlah uang yang
dibayar oleh penanggung.
Apabila tertanggung bukan penikmat, maka
hal ini dapat disamakan dengan asuransi jiwa untuk kepentingan pihak ketiga.
Penikmat selaku pihak ketiga tidak mempunyai kewajiban membayar premi terhadap
penanggung. Asuransi diadakan untuk kepentingannya, tetapi tidak atas tanggung
jawabnya. Apabila tertanggung mengasuransikan jiwanya sendiri, maka tertanggung
sendiri berkedudukan sebagai penikmat yang berkewajiban membayar premi kepada
penanggung. Dalam hal ini tertanggung adalah pihak dalam asuransi dan sekaligus
penikmat yang berkewajiban membayar premi kepada penanggung. Asuransi jiwa
untuk kepentingan pihak ketiga (penikmat) harus dicantumkan polis.
C.
EVENEMEN DAN SANTUNAN
1.
Evenemen Dalam Asuransi Jiwa
Dalam pasal 304 KUHD yang mengatur
tentang isi polis, tidak ada ketentuan keharusan mencantumkan evenemen dalam
polis asuransi jiwa. Berbeda dengan asuransi kerugian, Pasal 256 ayat (1) KUHD mengenai
isi polis mengahruskan pencantuman bahaya-bahaya yang menajdi beban penanggung.
Mengapa tidak ada keharusan mencantumkan bahaya yang menjadi beban penanggung
dalam polis asuransi jiwa? Dalam asuransi jiwa yang dimaksud bahaya adalah
meninggalnya orang yang diasuransikan jiwanya diasuransikan. Meninggalnya
seseorang itu merupakan hal yang sudah pasti, setiap makhluk bernyawa pasti
mengalami kematian. Akan tetapi, kapan meninggalnya seseorang tidak dapat
dipastikan. Inilah yang disebut peristiwa tidak pasti (evenemen) dalam asuransi
jiwa.
Evenemen ini hanya 1 (satu), yaitu
ketidakpastian kapan meninggalnya seseorang, sebagai salah satu unsur yang
dinyatakan dalam definisi asuransi jiwa. Karena evenemen ini hanya 1 (satu),
maka tidak perlu dicantumkan dalam polis. Ketidakpastian kapan meninggalnya
seorang tertanggung atau orang yang jiwanya diasuransikan meruapakan risiko
yang menjadi beban penanggung dalam asuransi jiwa. Evenemen meninggalnya
tertanggung itu bersisi 2 (dua), yaitu meninggalnya itu benar-benar tidak
terjadi sampai jangka waktu asuransi berakhir. Kedua-keduanya menjadi beban
penanggung.
2.
Uang Santunan dan Pengembalian
Uang santunan adalah sejumlah uang yang
wajib dibayar oleh penanggung kepada penikmat dalam hal meninggalnya
tertanggung sesuai dengan kesepakatan yang tercantum dalam polis. Penikmat yang
dimaksud adalah orang yang ditunjuk oleh tertanggung atau orang yang menjadi
ahli warisnya sebagai yang berhak mnerima dan menikmati santunan sejumlah uang
yang dibayar oleh penanggung. Pembayaran santunan merupakan akibat terjadinya
peristiwa, yatu meninggalnya tertanggung dalam jangka waktu berlaku asuransi
jiwa.
Akan tetapi, apabila sampai berakhirnya
jangka waktu asuransi jiwa tidak terjadi peristiwa meninggalnya tertanggung,
maka tertanggung sebagai pihak dalam asuransi jiwa, berhak memperoleh
pengembalian sejumlah uang dari penanggung yang jumlahnya telah ditetapkan
berdasarkan perjanjian. Dalam hal ini terdapat perbedaan dengan asuransi
kerugian. Pada asuransi kerugian, apabila asuransi berakhir tanpa terjadi
evenemen, premi tetap menjadi hak penanggung, sedangkan pada asuransi jiwa,
premi yang telah diterima penanggung dianggap sebagai tabungan yang
dikembalikan kepada penabungnya, yaitu tertanggung.
D.
ASURANSI JIWA BERAKHIR
1.
Karena Terjadi Evenemen
Dalam asuransi jiwa, satu-satunya
evenemen yang menjadi beban penanggung adalah meninggalnya tertanggung.
Terhadap evenemen inilah diadakan asuransi jiwa antara tertanggung dan
penanggung. Apabila dalam jangka waktu yang diperjanjikan terjadi peristiwa
meninggalnya tertanggung, maka penanggung berkewajiban membayar uang santunan
kepada penikmat yang ditunjuk oleh tertanggung atau ahli warisnya. Sejak
penanggung melunasi pembayaran uang santunan tersebut, sejak itu pula asuransi
jiwa berakhir.
Apa sebabnya asuransi jiwa berakhir
sejak pelunasan uang santunan., bukan sejak meninggalnya tertanggung (terjadi
evenemen)? Menurut hukum perjanjian, suatu perjanjian yang dibuat oleh
pihak-pihak berakhir apabila prestasi masing-masing pihak telah dipenuhi. Karena
asuransi jiwa adalah perjanjian, maka asuransi jiwa berakhir sejak penanggung
melunasi uang santunan sebagai akibat dari meningalnya tertanggung. Dengan kata
lain, asuransi jiwa berakhir sejak terjadi evenemen yang diikuti dengan
pelunasan.
2.
Karena Jangka
Waktu Berakhir
Dalam asuransi jiwa tidak sealu evenemen
yang menjadi beban penanggung itu terjadi bahkan sampai berakhirnya jangka
waktu asuransi. Apabila jangka waktu berlaku asuransi jiwa itu habis tanpa
terjadi evenemen, maka beban resiko penanggung berakhir. Akan tetapi, dalam
perjanjian ditentukan bahwa penanggung akan mengembalikan sejulmah uang kepada
tertanggung apabila sampai jangka waktu asuransi habis tidak terjadi evenemen.
Dengan kata lain, asuransi jiwa berakhir sejak waktu berlaku asuransi habis
diikuti dengan pengembalian sejumlah uang kepada tertanggung.
3.
Karena Asuransi Gugur
Menurut
ketentuan Pasal 306 KUHD :
“Apabila
orang yang diasuransikan jiwanya pada saat diadakan asuransi ternyata sudah
meninggal, maka asuransinya gugur, meskipun tertanggung tidak mengetahui
kematian tersebut, kecuali jika diperjanjikan lain”.
Kata- kata bagian akhir pasal ini
“kecuali diperjanjikan lain” member peluang kepada pihak-pihak untuk menyimpang
dari ketentuan pasal ini., misalnya asuransi yang diadakan itu tetap dinyatakan
itu tetap dinyatakan sah asalkan tertanggung betul-betul tidak mengetahui telah
meninggalnya itu. Apabila asuransi jiwa itu gugur, bagaimana dengan premi yang
sudah dibayar karena penanggung tidak menjalani risiko? Hal ini pun diserahkan
kepada pihak-pihak untuk memperjanjikannya. Pasal 306 KUHD ini mengatur
asuransi jiwa untuk kepentingan pihak ketiga.
Dalam pasal 307 KUHD ditentukan :
“apabila orang yang mengasuransikan jiwanya
bunuh diri atau dijatuhi hukuman mati, maka asuransi jiwa itu gugur”.
Apakah
masih dimungkinkan penyimpangan pasal ini? Menurut Purwosutjipto, penyimpangan
dari ketentuan ini masih mungkin, sebab kebanyakan asuransi jiwa ditutup dengan
sebuah klausul yang membolehkan penanggung
elakukan prestasinya dalam hal ada peristiwa bunuh diri dari badan
tertanggung asalkan peristiwa itu terjadi sesudah lampau waktu 2 (dua) tahun
sejak diadakan asuransi. Penyimpangan ini akan menjadikan asuransi jiwa lebih
supel lagi.
4.
Karena Asuransi Dibatalkan
Asuransi jiwa dapat berakhir karena
pembatalan sebelum jangka waktu berakhir. Pembatalan tersebut dapat terjadi
karena tertanggung tidak melanjutkan pembayaran premi sesuai dengan perjanjian
atau karena permohonan tertanggung sendiri. Pembatalan asuransi jiwa dapat
terjadi sebelum premi mulai dibayar ataupun sesudah premi dibayar menurut
jangka waktunya. Apabila pembatalan sebelum sebelum premi dibayar, tidak ada
masalah. Akan tetapi, apabila pembatalan setelah premi dibayar sekali atau
beberapa kali pembayaran (secara bulanan), bagaimana cara penyelesaiannya?
Karena asuransi jiwa didasarkan pada perjanjian, maka penyelesaiannya
bergantung pada kesepakatan pihak-pohak yang dicantumkan dalam polis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar