BAB V
RISIKO,
EVENEMEN, GANTI KERUGIAN
A.
RISIKO DAN EVENEMEN
1.
Risiko dalam Asuransi
Dalam uraian sebelumnya telah
dikemukakan bahwa asuransi terjadi sejak kesepakatan antara tertanggung dan
penanggung, kemudian kesepakatan tersebut dibuat dalam bentuk akta yang disebut
polis. Sejak tercapai kesepakatan itu, tertanggung berkewajiban membayar premi
dan penanggung menerima pengalihan risiko. Dengan kata lain, sejak premi
dibayar oleh tertanggung, risiko atas benda beralih kepada penanggung. Apabila
terjadi evenemen (peristiwa tidak pasti) yang mengakibatkan kerugian,
penanggung akan membayar ganti kerugian kepada tertanggung.
Apakah yang dimaksud dengan risiko dalam
asuransi? Dalam kehidupan manusia banyak sekali bahaya yang mengancam
keselamatan. Ancaman bahaya tersebut ditujukan kepada kekayaan, jiwa, dan raga
manusia. Ancaman bahaya itu berlangsung terus menerus bahkan selama kekayaan
itu ada dan selama manusia hidup, selama itu pula ancaman bahaya berlangsung.
Terhadap ancaman bahaya tersebut, sebagian orang merasa resah dan gelisah, dan
sebagian orang juga tidak peduli, dengan alasan itulah lika-liku hidup. Bagi
orang yang peduli dengan ancaman bahaya, dia menyadari jika ancaman bahaya itu
sungguh-sungguh menjadi kenyataan sudah pasti akan menimbulkan kerugian harta,
cacat badan, bahkan kematian. Oleh karena itu, dia berusaha mencari jalan agar
beban ancaman bahaya itu dapat dikurangi atau dihilangkan dengan bantuan orang
lain yang bersedia mengambil alih beban ancaman tersebut.
Selama bahaya itu mengancam, selama
bahaya itu belum/tidak terjadi selama itu pula orang selalu dalam keadaan
siaga, menjaga agar ancaman bahaya itu tidak terwujud dalam kenyataan. Ancaman
bahaya ini dapat dialihkan kepada pihak lain yang bersedia mengambil alih.
Pihak yang bersedia mengambil alih ancaman bahaya adalah pihak yang memang
menjalankan usaha (bisnis) di bidang jasa perlindungan terhadap ancaman bahaya
atas kekayaan, badan dan jiwa orang. Artinya, jika ancaman bahaya itu menjadi
kenyataan/peristiwa yang merugikan pemiliknya, pihak tersebut akan membayar
ganti kerugian atau membayar uang santunan, bahkan jika tidak terjadi setelah
berakhirnya masa perlindungan jiwa.
Dalam hukum asuransi, ancaman bahaya
yang menjadi beban penaggung merupakan peristiwa penyebab timbulnya kerugian,
cacat badan, atau kematian atas objek asuransi. Selama belum terjadi peristiwa
penyebab timbulnya kerugian, selama itu pula bahaya yang mengancam objek
asuransi disebut risiko. Risiko ini mungkin berasal dari faktor ekonomi, faktor
alam, atau faktor manusia. Risiko tersebut tertuju pada prinsipp pribadi,
kekayaan, atau tanggung jawab financial
seseorang. Selama tidak terjadi peristiwa, selama itu pula risiko
menjadi beban ancaman penanggung sampai asuransi berakhir. Jadi, dapat dipahami
kriteria atau ciri risiko dalam asurasni sebagai berikut :
a.
Bahaya yang
mengancam benda atau objek asuransi;
b.
Berasal dari
faktor ekonomi, alam atau manusia;
c.
Disklasifikasi
menjadi risiko pribadi, kekayaan, tanggung jawabnya;
d.
Hanya berpeluang
menimbulkan kerugian.
Masalah yang penting adalah bagaimana
cara mengatasi risiko dalam kehidupan manusia? Robert Mahr (1986) mengemukakan
5 (lima) cara mengatasi risiko, yaitu :
a.
Menghindari
risiko (risk avoidance), tidak
melakukan kegiatan yang memberi peluang kerugian, misalnya menghindari
pembangunan gedung bertingkat di daerah rawan gempa.
b.
Mengurangi
risiko (risk reduction), memperkecil
peluang terjadi kerugian, misalnya menyediakan alat penyemprot antikebakaran di
perkantoran.
c.
Menahan risiko (risk sharing), membagi risiko dengan
pihak lain, misalnya melalui reasuransi.
d.
Membagi risiko (risk sharing), membagi risiko dengan
pihak lain, misalnya melalui reasuransi.
e.
Mengalihkan
risiko (risk transfer), memindahkan
risiko kepada pihak lain, yaitu perusahaan asuransi.
Risiko yang bagaimana yang dapat
diasuransikan? Agar risiko dapat diasuransikan, maka perlu dipenuhi criteria
berikut ini :
a.
Dapat dinilai
dengan uang;
b.
Harus risiko
murni, artinya hanya berpeluang menimbulkan kerugian;
c.
Kerugian timbul
akibat bahaya/peristiwa tidak pasti;
d.
Tertanggung
harus memiliki insurable interest;
e.
Tidak dilarang
undang-undang dan tidak bertentangan denngan ketertiban umum.
Berdasarkan klasifikasi objek asuransi
(jia/raga, kekayaan, tanggung jawab), risiko yang dapat diasuransikan
digolongkan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu :
a.
Risiko pribadi,
yaitu risiko yang ancamannya mengurangi atau menghilangkan kemampuan diri
seseorang untuk memperoleh penghasilan atau keuntungan, misalnya bahaya
kecelakaan kerja, kecelakaan penumpang, bahaya menderita penyakit berat atau
kematian. Risiko pribadi ini dapat dialihkan kepada Perusahaan Asuransi Sosial
atau Asuransi Jiwa.
b.
Risiko harta,
yaitu risiko yang ancamannya menghilangkan, menghancurkan kekayaan seseorang,
misalnya tabrakan, pencurian kendaraan bermotor, rumah terbakar.
c.
Risiko tanggung
gugat, yaitu risiko yang ancamannya mengganti kerugian kepada pihak ketiga
akibat perbuatan pelaku (tertanggung), misalnya tabrakan yang merugikan pihak
lain, pesawat terbang jatuh merugikan penduduk.
2.
Evenemen dalam Asuransi
Sekarang apakah yang dimaksud dengan
evenemen? Evenemen adalah istilah
yang diadopsi dari bahasa Belanda evenement,
yang berarti peristiwa tidak pasti, bahasa inggrisnya fortuitous event. Evenemen atau peristiwa tidak pasti adalah
peristiwa terhadap mana asuransi diadakan, tidak dapat diputuskan terjadi dan
tidak diharapkan akan terjadi. Walaupun peristiwa itu sudah pasti terjadi,
misalnya matinya orang, saat terjadinya itu pun tidak diketahhui atau tidak
dapat dipastikan. Jadi sulitlah meramalkan terjadinya peristiwa itu. Bahkan,
menurut pengalaman manusia normal pun sulit untuk memastikan terjadinya.
Demikian juga, tidak seorang manusia normal pun mengharapkan terjadi peristiwa
itu karena seorang manusia normal menyadari betul seandainya peristiwa itu
karena seorang manudia normal menyadari betul seandainya peristiwa itu terjadi
pasti menimbulkan kerugian.
Jika peristiwa itu dikketahui sebelumnya
bahwa itu pasti terjadi atau suddah diketahui saat terjadinya, tidak aka nada
artinya bagi asuransi sebab tidak akan nada orang yang mau memikul risiko demikian itu. Kendati pun
juga asuransi, maka asuransi itu batal (Pasal 251 KUHD). Apabila pengertian
evenemen itu dirumuskan, maka yang dimaksud dengsn :
“evenemen
adalah peristiwa yang menurut pengalaman manusia normal tidak dapat dipastikan
terjadi, atau walaupun sudaj pasti terjadi, saat terjadinys itu tidak dapat
ditentukan dan juga tidak diharapkan akan terjadi jika terjadi juga
mengakibatkan kerugian”.
Evenemen yang terjadi itu adalah di luar
kekuasaan dan kemampuan manusia, artinya tidak seorang pun manusia normal yang dapat
mencegah atau menghalangi terjadinya peristtiwa itu. Terhadap evenemen itulah
asuransi diadakan.
3.
Jenis Evenemen
Peristiwa-peristiwa apa saja yang dapat
digolongkan dalam pengertian evenemen? Hal ini bergantung pada jenis asuransi
yang diadakan. Jadi, tertanggung dan penanggunglah yang menentukan terhadap
peristiwa apa asuransi itu diadakan dan ini harus dicantumkan dengan tegas
dalam polis, misalnya terhadap bahaya kebakaran, tersambar petir, pencurian dan
pembongkaran, terdampar dan karamnya kapal, perampasan olleh penguasa negara
asing, ataupun bajak laut. Dalam KUHD ada 2 (dua) pasal yang menentukan jenis
evenemen, yaitu Pasal 290 KUHD tentang Asuransi Kebakaran dan Pasal 637 KUHD
tentang Asuransi Laut.
a.
Pasal 290 KUHD
Pasal ini menyatakan beberapa peristiwa bahkan tidak
terbatas karena di bagian akhir pasal tersebut dinyatakan dengan kata-kata :
“dan lain-lain dengan nama apa saja, dengan
cara bagaimanapun kebakaran itu terjadi, sengaja atau tidak sengaja, biasa atau
luar biasa, dengan tidak ada kecualinya”.
b.
Pasal 637 KUHD
Pasal ini menyatakan jenis peristiwa
yang terjadi sebagai akibat pelayanan melalui laut, bahkan ditambah lagi dengan
bagian kalimat :
“atau pada
umumnya karena semua bahaya yang datang dari luar apa pun namanya”.
Kecuali oleh ketentuan undang-undang
atau klausula dalam polis bahwa penanggung dibebaskan dari salah satu dari
bermacam bahaya itu.
Walaupun dalam 2 (dua) pasal tersebut
telah dirinci jenis-jenis peristiwa yang digolongkan sebagai evenemen, tidaklah
berarti bahwaa penanggung harus terikat pada semua jenis peristiwa itu. Dalam
praktik assuransi, tertanggung dan penanggung dapat memperjanjikan dengan bebas
terhadap peristiwa atau bahaya apa saja asuransi itu diadakan dan dicantumkan
dalam polis. Penanggung hanya terikat pada evenemen yang telah dicantumkan
dalam polis. Jika tidak diadakan pembatasan, akan dirasakan sangat berat oleh
penanggung, sehingga dapat diramalkan bahwa penanggung kecil kemungkinan
menerimma tawaran asuransi atau jika
mengadakan asuransi mungkin sekali akan menderita kerugian.
c.
Rule for construction of policy
Dalam asuransi laut di Inggris ada
ketentuan yang membatasi pengertian “bahaya-bahaya laut” (perils of the sea) terhadap mana diadakan asuransi. Hal ini dapat
diketahui dari Rule for construction of
Policy sebagai lampiran dari Marine Insurance Act 1906. Dalam rule
tersebut ditentukan :
“the term
perils of the sea refers only to fortuitous accidents or causalities of the
sea. It does not include the ordinary action of the winds and waves”.
Berdasarkan ketentuan ini, yang dimaksud
dengan bahaya-bahaya kaut (perils of the
sea) adalah peristiwa atau bencana yang sifatnya luar biasa yang berkenaan
dengan pelayaran laut, tidak termasuk kejadian-kejadian biasa karena angin dan
gelombang. Dengan ketentuan ini risiko penanggung dibatasi.
Dalam asuransii laut Indonesia,
pengertian bahaya-bahaya laut lebih luas jika dibandiingkan dengan pengertian perils of the sea dalam hukum asuransi
laut di Inggris. Pasal 637 KUHD menggunakan rumusan “bahaya-bahaya yang datang dari luar”,
sehingga kerugian akibat basah karena embun dan uap air termasuk dalam
pengertian ini, tetapi tidak termasuk dalam pengertian perils of the sea. Demikian
pula kerugian karena pecahnya barang-barang akibat hempasan angin dan gelombang
termasuk dalam pengertian bahaya-bahaya yang datang dari luar, tetapi tidak
termasuk dalam pengertian perils of the
sea.
B.
GANTI KERUGIAN AKIBAT EVENEMEN
1. Teori Kausalitas
(Causality Theory)
Menurut teori ini, antara peristiwa dan
kerugian yang timbul harus ada hubungan kausal, artinya dengan terjadinya
peristiwa itu, maka timbul pula kerugian. Jika peristiwa itu tidak terjadi,
tiidak aka nada kerugian. Peristiwa yang menjadi penyebab suatu kerugian adalah
peristiwa yang terdekat dan langsung menimbulkan kerugian terhadap benda objek
asuransi. Dalam hukum perdata Indonesia (KUHPerdt) hubungan kausal ini
merupakan salah satu unsure penenttu suatu perbuatan melawan hukum (onrechmatige daad) yang diatur dalam
Pasal 1365 KUHPdt.
Keunggulan teori kausalitas adalah
kepastian evenemen yang menjadi penyebab langsung timbulnya kerugian. Walaupun
evenemen ditanggung dalam polis, jika kerugian yan timbul itu tidak langsung
disebabkan oleh evenemen tersebut, penanggung tidak berkewajiban membayar ganti
kerugian. Teori kausalitas bersifatt membatasi tanggung jawab penanggung.
Kelemahan teori ini adalah tertanggung mungkin terjebak oleh evenemen penyebab
kerugian sehingga tertanggung mengira ganti kerugian dapat diklaim, tetapi
ditolak oleh penanggung. Hal ini dapat dipahami melalui penjelasan selanjutnya.
2. Kerugian yang
Diganti
Persoalan evenemen erat sekali
hubungannya dengan persoalan ganti kerugian (compensation). Akan tetapi, tidak setiap kerugian (loss) akibat evenemen harus
mendapat ganti kerugian.
Perlu diperhatikan lebih dahulu apakah evenemen yang terjadi itu adalah
evenemen yang ditanggung oleh penanggung dan dicantumkan dalam polis. Lagi
pula, apakah kerugian yang timbul justru
akibat evenemen yang terjadi yang dinyatakan dalam polis.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat
dipahami criteria atau ciri-ciri kerugian dalam asuransi yang diganti oleh
penanggung adalah sebagai berikut :
a.
Berasal dari
peristiwa tidak pasti;
b.
Peristiwa tidak
pasti tersebut ditanggung oleh penanggung;
c.
Ada hubungan
kausal antara peristiwa tidak pasti dan kerugian;
d.
Berdasarkan asas
keseimbangan.
Jika terjadi beberapa evenemen yang
mengakibatkan timbul kerugian, bagaimana cara menentukan bahwa kerugian yang
timbul itu adalah akibat evenemen yang menjadi tanggungan penanggung? Masalah
ini dapat timbul jika beberapa evenemen yang menimbulkan kerugian itu sebagian
termasuk beban penanggung dan sebagian lagi bukan beban penanggung. Menurut
hukum asuransi di Indonesia masalah ini dapat dipecahkan melalui beberapa cara
berikut ini :
a.
Berdasarkan
pasal-pasal tertentu dalam KUHD yaitu pasal 290 mengenai asuransi kebakaran,
pasal 249 mengenai asuransi kerugian menurut sifat dan jenis benda asuransinya,
pasal 276 KUHD mengenai kerugian yang timbul karena kesalahan tertanggung
sendiri, dan pasal 637 mengenai Asuransi Laut.
b.
Menentukan satu
demi satu evenemen yang menjadi beban penanggung dalam polis.
c.
Dengan janji
khusus yang disebut klausula all risks yang
dicantumkan dengan tegas dalam polis.
C.
ASAS KESEIMBANGAN
1.
Arti Penting Asas Keseimbangan
Salah satu asas yang mendasari
berlakunya hukum asuransi adalah asas keseimbangan (indemnity principle). Asas keseimbangan merupakan asas penting
karena risiko yang dialihkkan kepada penanggung diimbangi dengan jumlah
premimbal balik merupakan cirri yang
dibayar oleh tertanggung. Walaupun dapat diperjanjikan bahwa pembayaran premi
tidak seimbang dengan risiko yang ditanggung oleh penanggung, tidak berarti
bahwa asas keseimbangan diabaikan. Kedua pihak yang mengadakan asuransi tetap
harus berprestasi secara timbale balik. Prestasi timbale balik merupakan ciri
yang membedakan asuransi dengan perjanjian untung-untungan.
Asas keseimbangan mempunyai arti penting
apabila terjadi evenemen yang menimbulkaan kerugian. Kerugian yang harus
diganti itu seimbang dengan risiko atas benda asuransi hanya sebagian dialihkan
kepada penanggung, penanggung berkewajiban membayar ganti kerugian hanya
sebagian pula dari kerugian yang timbul itu. Hal yang menjadi pedoman dalam
perhitungan adalah perbandingan antara jumlah risiko yang dialihkan dan jumlah
risiko yang tidak dialihkan dikalikan dengan jumlah kerugian yang sesungguhnya.
Misalnya, jika benda asuransi bernilai
Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah), diasuransikan Rp. 80.000.000,00
(delapan puluh juta rupiah). Terjadi peristiwa yang menimbbulkan kerugian Rp
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Ini berarti bahwa risiko yang dialihkan
hanya Rp 80.000.000,00 (delapan puluuh juta rupiah). Perbandingannya adalah 80
: 20, jumlah perbandingan adalah 100 (seratus). Jumlah kerugian beban
penanggung adalah 80/100 x Rp 50.000.000,00 = Rp 40.000.000,00 (empat puluh
juta rupiah). Jumlah kerugian beban tertanggung karena tidak diasuransikan
adalah 20/100 x Rp 50.000.000,00 = Rp 10.000.000,00.
2.
Asas Keseimbangan Nemo Plus
Dalam hukum asuransi, asas keseimbangan
berdasarkan nemo plus berlaku umum. Arti asas nemo plus adalah tidak menerima
melebihi apa yang menjadi hak dan tidak member melebihi apa yang menjadi
kewajiban. Dalam ilmu hukum asas ini diartikan tidak boleh memperkaya diri
tanpa hak. Asas keseimbangan tidak ada ganti kerugian. Membayar ganti kerugian
kepada orang yang tidak berkepentingan dipandang sebagai pelanggaran asas
keseimbangan.
Apabila atas kepentingan yang sama, dan
untuk jangka waktu yang sama, diadakan lebih dari satu perjanjian asuransi,
penanggung hanya berkewajiban membayar klaim ganti kerugian sampai jumlah nilai
kepentingan sesungguhnya. Hal ini dapat dijumpai dalam asuransi rangkap yang
dibicarakan kemudian. Asas keseimbangan bertujuan untuk mencegah orang yang
ingin berspekulasi mencari keuntungan yang tidak halal, dengan mengadakan
berkali-kali asuransi supaya mendapat ganti kerugian melebihi nillai benda
sesungguhnya. Jika terjadi hal yang demikian, asuransi yang melebihi nilai
benda atau kepentingan sesungguhnya itu batal atau sekurang-kurangnya tidak
berlaku.
3.
Asas Keseimbangan dalam KUHD
a.
Pasal 250 KUHD
apabila
tertanggung tidak mempunyai kepentingan atas benda yang diasuransikan, maka
penanggung tidak berkewajiban membayar ganti kerugian.
b.
Pasal 252 KUHD
apabila benda
sudah diasuransikan dengan nilai penuh, maka asuransi jangka kedua untuk jangka
waktu yang sama dan bahaya yang sama tidak dibolehkan dengan ancaman batal.
c.
Pasal 253 KUHD
Asursasi yang
melebihi nilai dan kepentingan yang sesungguhnya, hanya sah sampai jumlah nilai benda
sesungguhnya. Jika tidak diasuransikan seluruh nilai benda, maka dalam hal
terjadi kerugian, penanggung hanya terikat seimbang antara bagian yang
diasuransikan dengan bagian yang tidak diasuransikan.
d.
Pasal 274 KUHD
Apabila nilai
benda asuransi dicantumkan dalam polis, maka hakim berwenang memerinthakan
kepada tertanggung supaya menetapkan nilai benda sesungguhnya, sekadar oleh
penanggung dikemukakan alasan bahwa nilai benda dianggap terlalu dalam.
e.
Pasal 277 KUHD
Apabila atas
suatu benda diadakan beberapa asuransi dengan itikad baik, sedangkan asuransi
pertama dengan nilai penuh, maka penanggung-penanggung beriktunya dibebaskan.
f.
Pasal 279 KUHD
Apabila
tertanggung membebaskan penanggung-penanggung terdahulu, maka dia dianggap
menggantikan kedudukan mereka untuk jumlah yang sama dan dalam urutan yang
sama.
g.
Pasal 284 KUHD
Penanggung
yang telah membayar kerugian kepada tertanggung memperoleh hak tertanggung
terhadap pihak ketiga mengenai kerugian itu, tertanggung bertanggung jawab
untuk setiap perbuatan yang dapat merugiakn hak penanggung terhadap pihak
ketiga.
Berdasarkan ketentuan beberapa pasal
KUHD yang telah diuraikan di atas, dapat di pahami betapa pentingnya asas
keseimbangan dalam asuransi.di mana ada kepentingan,di situ ada asas
keseimbangan.asas kesemimbangan mencegah anggapan bahwa asuransi adalah semacam
perjudian dan pertaruhan .asas keseimbangan menjadi dasar asuransi-asuransi
yang akan diuraikan dalam bab berikutnya.
D.
SUBROGASI DALAM ASURANSI
1.
Pengertian Subrogasi
Menurut ketentuan Pasal 284 KUHD :
”penanggung
yang telah membayar ganti kerugian atas benda yang diasuransikan menggantikan
tertanggung dalam segala hak yang diperolehnya terhadap pihak ketiga yang telah
menimbulkan kerugian tersebut, dan tertanggung bertanggung jawab untuk setiap
perbuatan yang dapat merugikan hak penanggung terhadap pihak ketiga itu”.
Pengertian kedudukan semacam ini dalam
hukum perdata disebut subrogasi (subrogation).
Berdasarkan ketentuan pasal ini dapat dipahami supaya ada subrogasi dalam
asuransi diperlukan 2 (dua) syarat yaitu :
a.
Tertanggung
mempunyai hak terhadap penanggung dan terhadap pihak ketiga.
b.
Adanya hak
tersebut karena timbul kerugian sebagai akibat pperbuatan pihak ketiga.
dalam hukum asuransi, apabila
tertanggung telah mendapatkan hak ganti kerugian dari penanggung, dia tidak
lagi boleh mendapatkan hak dari pihak ketiga yang telah menimbulkan kerugian
itu. Hak terhadap pihak ketiga itu beralih kepada penanggung yang telah
memenuhi ganti kerugian kepada tertsnggung.
Dalam pelaksanaan hak subrogasi,
tertanggung tidak boleh merugikan hak penanggung, misalnya tertanggung
membebaskan pihak ketiga dari kewajiban membayar ganti kerugian atau
membebaskan pihak ketiga dengan
kompensasi utangnya, sehingga ketika penanggung akan melaksanakan hak
subrogasinya terhadap pihak ketiga, yang bersangkutan ini tidak ada
sangkut-paut lagi dengan tertanggung. Dalam hal ini, tertanggung harus
bertanggung jawab atas perbuatannya yang merugikan penanggung terhadap pihak
ketiga tersebut. Penangguung dapat menuntut ganti kerugian kepada tertanggung
yang telah merugikannya.
Atas dasar ini, tujuan subrogasi dalam
asuransi pada prinsipnya ada 2 (dua) yaitu :
a.
Untuk mencegah
tertanggung memperoleh ganti kerugian melebihi hak yang sesungguhnya.
b.
Untuk mencegah
pihak ketiga membebaskan diri dari kewajibannya membayar ganti kerugian.
Dalam praktik asuransi, subrogasi
dirumuskan dalam polis. Dalam polis standar asuransi kebakaran Indonesia,
subrogasi ditentukan sebagai berikut :
a.
Sesuai dengan
Pasal 284 KUHD, setelah pembayaran ganti kerugian atas harta benda dan aatau
kepentingan yang dipertanggungkan dalam polis ini, penanggung menggantikan
tertanggung dalam segala hak yang diperolehnya terhadap pihak ketika sehubungan
dengan kerugian tersebut. Hak subrogasi dimaksud dalam ayat ini berlaku dengan
sendirinya tanpa memerlukan suatu surat kuasa dari tertanggung.
b.
Tertanggung
tetap bertanggung jawab atas setiap perbuatan yang mungkin dappat merugikan
penanggung terhadap pihak ketiga tersebut.
c.
Kelalaian
tertanggung dalam melaksanakan kewajibannya tersebut pada ayat (2) di atas
dapat menghilangkan atau mengurangi hak tertanggung untuk mendapatkan ganti kerugian.
2.
Proses Terjadinya Subrogasi
3.
Subrogasi dalam KUHD
Subrogasi yang diatur dalam Pasal 284
KUHD merupakan bentuk khusus dari subrogasi yang diatur dalam KUHPdt. Subrogasi
yang diatur dalam KUHPdt. Berkenaan dengan perjanjian pada umumnya yang tidak
berlaku bagi asuransi sebagai perjanjian khusus. Kekhususan subrogasi Pasal 164
KUHD adalah sebagai berikut :
a.
Dalam hukum
asuransi, hak subrogasi ada pada penanggung sebagai pihak kedua dalam
perjanjian asuransi. Dalam hukum perdata (KUHPdt.), subrogaso justru ada pada
pihak ketiga.
b.
Hubungan hukum
dalam subrogasi pada perjanjian asuransi
ditentukan oleh undang-undang. Oleh karena itu, hak yang berpindah kepada
penanggung termasuk juga hak yang timbul karena perbuatan melawan hukum. Pada
subrogasi yang diatur dalam hukum perdata (KUHPdt) semata-mata karena
perjanjian. Jadi, hak yang berpindah semata-smata hak yang timbul karena
perjanjian.
c.
Tujuan subrogasi
pada perjanjian adalah untuk mencegah ganti kerugian ganda kepada tertanggung
dan untuk mencegah pihak ketiga terbebas dari kewajibannya.
Kesimpulannya, subrogasi dalam asuransi
adalah pergantian kedudukan tertanggung oleh penanggung terhadap pihak ketiga.
Subrogasi menjamin berlakunya asas keseimbangan dalam asuransi. Subrogasi
terbatas pada hak atas ganti kerugian akibat evenemen yang menjadi tanggungan
penanggung. Subrogasi pada asuransi ditentukan oleh undang-undang.
E.
BERAKHIRNYA ASURANSI
1.
Jangka Waktu Berlaku Sudah Habis
Asuransi biasanya diadakan untuk jangka waktu tertentu, misalnya 1 tahun.
Jangka waktu ini bisanya terdapat pada asuransi kebakaran dan asuransi
kendaraan bermotor. Ada juga asuransi yang diadakan untuk jangka waktu yang
lebih lama, misalnya 10 (sepuluh)-20 (dua puluh) tahun atau lebih. Jangka waktu
panjang ini biasa terdapat pada asuransi jiwa. Jangka waktu asuransi tersebutb
ditetapkan dalam polis. KUHD tidak mengatur secara tegas jangka waktu asuransi.
Apabila jangka waktu yang ditentukan habis, maka asuransi berakhir.
2.
Perjanjian Berakhir
Selain dari jangka waktu tertentu,
asuransi dapat diadakan berdasarkan perjalanan, misalnya asuransi diadakan
untuk perjalanan kapal dari pelabuhan Panjang ke Pelabuhan Tanjung Priok.
Apabila perjalanan berakhir atauu kapal tiba di pelabuhan tujuan, maka asuransi
berakhir.
3.
Terjadi Evenemen Diikuti Klaim
Dalam polis dinyatakan terhadap evenemen
apa saja asuransi itu diadakan. Apabila sementara asuransi berjalan terjadi
evenemen yang ditanggung dan menimbulkan kerugian, penanggung akan menyelidiki
apakah benar tertanggung mempunyai kepentingan atas benda yang diasuransikan.
Di samping itu, apakah evenemen yang terjadi itu benar bukan karena kesalahan
tertanggung dan sesuai dengan evenemen yang telah ditetapkan dalam polis. Jika
jawabannya benar, maka dilakukan pemberesan berdasarkan klaim tertanggung.
Pembayaran ganti kerugian dipenuhi oleh penanggung berdasarkan asas
keseimbangan. Dengan pemenuhan ganti kerugian berdasarkan klaim tertanggung,
maka asuransi berakhir.
4.
Asuransi Berhenti atau Dibatalkan
asuransi dapat berkahir apabila asuransi
itu berhenti. Berhentinya asuransi dapat terjadi karena kesepakatan antara
tertanggung dan penanggung, misalnya karena premi tidak dibayar dan ini
biasanya diperjanjikan dalam polis. Berhentinya asuransi juga dapat terjadi
karena faktor di luar kemauan tertanggung dan penanggung, misalnya terjadi
pemberatan risiko setelah asuransi berjalan (Pasal 293 dan Pasal 638 KUHD).
Ketentuan polis standar asuransi
kebakaran Indonesia dapat dijadikan contoh cara menghentikan asuransi dan
menetukan akibat hukum berakhirnya asuransi. Dalam polis standar tersebut
ditentukan :
a.
Penanggung dan
tertanggung masing-masing berhak setiap waktu menghentikan pertanggungan ini
tanpa diwajibkan memberitahukan alasannya. Pemeberitahuan pemberhentian
demikian dilakukan secara tertulis yang dikirim melalui pos tercatat oleh pihak
yang menghendaki penghentian pertanggungan kepada pihak lainnya dii alamat
terakhir yang diketahui.
b.
Dalam hal
penanggung yang membatalkan, penanggung wajib mengembalikan premi untuk jangka
waktu yang belum habis secara prorate.
c.
Dalam hal
tertanggung yang membatalkan, tertanggung wajib membayar premi untuk jangka
waktu yang sudah dijalanai, yang diperhitungkan menurut skala premi
pertanggungan jangka pendek ssebagaimana ditetapkan dalam tariff pertanggungan
kebakaran Indonesia berlaku.
5.
Asuransi Gugur
Asuransi gugur biasanya terdapat dalam
asuransi pengangkutan. Jika barang yang akan diangkut diasuransikan kemudian
tidak jadi diangkut, maka asuransi gugur. Tidak jadi diangkut dapat terjadi
karena kapal tidak jadi berangkat atau baru akan melakukan perjallanan,
tetapi dihentikan. Di sini penanggung
belum menjalani bahaya sama sekali (Pasal 635 KUHD). Dalam hal ini asuransi
bukan dibatalkan atau batal, melainkan gugur (aborted). Perbedaan antara asuransi dibatalkan atau batal dengan
asuransi gugur adalah pada bahaya evenemen. Pada asuransi dibatalkan atau bagtal,
bahaya sedang atau sudah dijalani, sedangkan pada asuransi gugur bahaya belum
dijalani sama sekali.
F.
LATIHAN PENYELESAIAN KASUS ASURANSI
Kasus
Kesatu
Amat pemilik mobil mengasuransikan
mobilnya pada Perusahaan Asuransi PPI teerhadap
bahaya tabrakan. Kemudian, mobil tersebut dipakai oleh Bidin tanpa izin
dari Amat. Saat dipakai Bidin, terjadi tabrakan yang menimbulkan kerugian
berat. Bidin karena mengaku bersalah bersedia mengganti kerugian kepada Amat,
karena ammat pernah berhutang budi ada Bidin, dia membebaskan Bidin dari
kewajiban membayar ganti kerugian itu. Untuk memperoleh ganti kerugian, Amat
mengklaim penanggung PPI berdasarkan asuransi.
Pertanyaan
a.
Dapatkah
penanggung PPI memenuhi klaim tertanggung, dengan mengemukakan alasannya?
b.
Apakh dapat
dibenarkan Amat membebaskan Bidin dari kewajiban mengganti kerugian mennurut
Pasal 284 KUHD?
Cara
Penyelesaiannya
a.
Penanggung PPI
dapat memenuhi klaim tertanggung Amat berdasarkan perjanjian asuransi. Akan
tetapi, hak menuntut ganti kerugian kepada Bidin beralih kepada penaggung PPI
(hak subrogasi) sejumlah yang dibayarkan kepada Amat.
b.
Tindakan Amat
membebaskan Bidin dari kewajiban mengganti kerugian tidak dapat dibenarkan
bertentangan dengan Pasal 284 KUHD yang merugikan penanggung PPI dalam mewujudkan
haknya berdasarkan subrogasi. Oleh karena itu, Amat harus bertanggung jawab
membayar ganti kerugian yang menjadi hak penanggung PPI.
Kasus
Kedua
Sebuah kapal nelayan Inggris
diasuransikan terhadap bahaya pembajakan di laut. Kapal nelayan tersebut menangkap
ikan di perairan perbatasan dengan Belanda. Karena dikejar oleh bajak laut,
kapal nelayan itu melarikan diri memasuki perairan Belanda. Kemudian, kapal
nelayan itu ditangkap oleh penguasa Belanda.
Pertanyaan
a.
Jika kapal
nelayan itu diasuransikan di London, dapatkah pemilik kapal itu mengajukan
klaim kepada penanggungnya untuk memperoleh ganti kerugian?
b.
Jika kapal
nelayan itu diasuransikan di Amsterdam, dapatkah pemilik kapal itu mengajukan
klaim kepada penanggung untuk memperoleh ganti kerugian?
Cara
Penyelesaiannya
a.
Pemilik kapal
nelayan itu dapat mengklaim penanggung, tetapi penanggung tidak akan membayar
ganti kerugian karena causa proxima adalah perampasan kapal oleh penguasa
Belanda, bukan karena dikejar oleh bajak laut.
b.
Jika
diasuransikan di Amsterdam, penanggung juga tidak dapat di klaim karena
kerugian yang timbul bukan disebabkan oleh evenemen yang tercantum dalam polis,
yaitu bahaya pembajakan di laut, melainkan karena perampasan kaapal oleh
penguasa Belanda, dan ini bukan evenemen yang ditanggung.
Kasus
Ketiga
Pertanyaan
Cara
Penyelesaiannya
MEGA DRIVE MINI GAMES RARE - DRMCD
BalasHapusMEGA DRIVE MINI GAMES RARE. The 부천 출장안마 Sega Genesis 대전광역 출장샵 Mini and the PlayStation Portable were released in Japan in late 제주 출장마사지 October of 광양 출장샵 1988, just 광주광역 출장안마 as the Sega Mega Drive Mini