Halaman

Senin, 19 Juli 2010

INDIKASI PELANGGARAN HAM DAN HUKUM ACARA PIDANA DALAM KASUS SUSNO DUADJI

Bab I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Setelah pengakuan kontroversial dari Komjen Susno Duadji di media mengenai adanya dugaan makelar kasus di tubuh Polri, yang menyeret nama-nama petinggi Polri yaitu Brigjen Pol Edmon Ilyas. dan Radja Erizman, Dir. II Eksus Bareskrim Mabes Polri. “Sepak terjang” perwira yang bernama lengkap Drs. Susno Duadji, S.H., M.Sc menjadi perhatian publik. Termasuk sorotan media massa dan elektronik.

Bahkan ketika terjadi penangkapan terhadap Komjen Susno Duadji di Bandara Soekarno-Hatta Jakarta, semua perhatian seketika tertuju pada ex-Kabareskrim Polri itu. Hal ini karena secara tidak langsung masyarakat menganggap Susno Duadji sebagai “pahlawan” yang mau menjadi tameng untuk membongkar kebobrokan institusinya. Lembaga yang harus menjadi pengayom masyarakat itu berubah menjadi lembaga makelar kasus oleh segelintir orang yang berkepentingan.

Sejumlah kalangan yang berkompeten pun mengangkat bicara mengenai penangkapan Komjen Susno Duadji yang dinilai sarat pelanggaran Hak Asasi Manusia itu. Hal ini dikarenakan Susno Duadji merupakan saksi kunci dalam penguakan kasus markus di tubuh Polri, yang seharusnya mendapatkan perlindungan hukum. Bukan malah “ditangkap” tanpa adanya berita surat penangkapan.

Atas dasar itulah, menjadi alasan penulis mengangkat judul “Analisis Pelanggaran Hak Asasi Manusia dan Hukum Acara Pidana Dalam Kasus Penangkapan Komjen Susno Duadji di Bandara Soekarno Hatta-Jakarta”. Untuk memperjelas indikasi tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka yang menjadi fokuss penulis adalah apakah indikasi penangkapan Komjen Susno Duadji di Bandara Soekarno-Hatta Jakarta sarat dengan Pelanggaran Hak Asasi Manusia dan Hukum Acara Pidana?

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan penulis adalah untuk mengetahui indikasi penangkapan Komjen Susno Duadji di Bandara Soekarno-Hatta Jakarta sarat dengan Pelanggaran Hak Asasi Manusia dan Hukum Acara Pidana

Bab II

Landasan Teori

2.1 Definisi Hak Asasi Manusia dan Pelanggaran Hak Asasi Manusia

HAM / Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapa pun. Sebagai warga negara yang baik kita mesti menjunjung tinggi nilai hak azasi manusia tanpa membeda-bedakan status, golongan, keturunan, jabatan, dan lain sebagainya.

Pembagian Bidang, Jenis dan Macam Hak Asasi Manusia Dunia :

1. Hak asasi pribadi / personal Right
- Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pndah tempat
- Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat
- Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan
- Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing

2. Hak asasi politik / Political Right
- Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan
- hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan
- Hak membuat dan mendirikan parpol / partai politik dan organisasi politik lainnya
- Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi

3. Hak azasi hukum / Legal Equality Right
- Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan
- Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil / pns
- Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum

4. Hak azasi Ekonomi / Property Rigths
- Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli
- Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak
- Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, hutang-piutang, dll
- Hak kebebasan untuk memiliki susuatu
- Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak

5. Hak Asasi Peradilan / Procedural Rights
- Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan
- Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan dan penyelidikan di mata hukum.

6. Hak asasi sosial budaya / Social Culture Right
- Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan
- Hak mendapatkan pengajaran
- Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat

Pelanggaran HAM

Pelanggaran HAM adalah sesuatu hal yang merugikan dan memandang rendah martabat seorang manusia.Saat orang sudah lahir, secara otomatis ia akan mendapat HAM. HAM ini berisikan utk menghormati sesama. Biasanya orang2 yang melakukan pelanggaran HAM ini punya 3 aspek, yaitu:


1.sadar (aspek ini biasanya dikarenakan iri, dendam, dll)

2.tdk sadar( contohnya berkata2 yang menyakitkan tanpa disadari)

3.tdk sadar tapi tahu(aspek ini biasanya dikarenakan dendam yang terpendam dan ia mengkonsumsi barang yang membuatnya kehilangan kesadaran diri)


Contoh pelanggaran HAM:

Segala penganiayaan,pengejekan,penindasan ataupun hal-hal yang bersifat merendahkan orang lain.

Dalam kondisi terjadi pelanggaran hak sesesorang yang dilakukan oleh orang lainnya, maka Negara (yang diwakili oleh pemerintah) sebagai pemegang mandat untuk melakukan tindakan berdasarkan undang-undang yang berlaku. Undang-undang tersebut adalah mekanisme dan prosedur yang bertujuan melindungi setiap warga negaranya. Istilah sederhananya adalah penegakan hukum. Negara wajib mengambil tindakan kepada orang yang melakukan pelanggaran sesuai dengan hukum yang berlaku. Artinya, tindakan pelanggaran tersebut masuk dalam kategori tindakan kriminal. Inilah yang terjadi pada kasus 1, seseorang melakukan pelanggaran terhadap hak orang lain.

Bagaimana jika Negara yang melakukan pelanggaran terhadap warganya? Tentu saja, logika yang digunakan adalah pelanggaran tersebut dilakukan oleh pelaksana mandat Negara yaitu aparat negara. Sulit bukan? Mereka sebagai pelaksana mandat negara justru sangat mungkin melakukan pelanggaran terhadap hak-hak warga negaranya karena memiliki kemampuan atau kekuasaan yang justru diberikan (baca mandat) oleh warga negaranya. Nah, inilah yang terjadi pada kasus 2. Polisi sebagai bagian dari aparat negara yang seharusnya memberikan perlindungan kepada warga negara tapi justru melakukan pelanggaran.

Oleh karena itu, nilai Hak Asasi Manusia kemudian diterjemahkan dalam sejumlah hukum internasional yang kemudian diratifikasi oleh Indonesia. Dalam instrumen hukum HAM yang berlaku di Indonesia melalui UU No. 39/1999, dalam pasal 8, 71, dan 72; negara mempunyai kewajiban untuk menghormati, melindungi dan memenuhi HAM melalui implementasi dalam berbagai bentuk kebijakan. Dalam hal ini, pelanggaran terjadi dalam kondisi negara telah gagal untuk memenuhi salah satu diantara tiga kewajibannya.

  1. kewajiban untuk menghormati: semua kebijakan yang dikeluarkan harus di hormati oleh negara termasuk institusi dan aparatur negara. Hal ini dimaksudkan agar mereka tidak melakukan tindakan yang dapat melanggar keutuhan dari individu atau kelompok; atau melanggar kemerdekaan seseorang.
  2. Kewajiban untuk melindungi: kewajiban dimana negara beserta aparatur negara wajib melakukan tindakan seperlunya untuk melindungi dan mencegah seorang individu atau kelompok untuk melanggar hak individu atau kelompok lainnya. Termasuk perlindungan atau pelanggaran terhadap kebebasan seseorang.
  3. Kewajiban untuk memenuhi: negara mempunyai kewajiban untuk melakukan tindakan-tindakan yang menjamin setiap orang untuk memiliki hak hukum dalam memenuhi kebutuhan yang termasuk dalam instrumen HAM, dimana hak itu tidak dapat dipenuhi secara pribadi.

Hak Apa Saja Yang Dapat Dilanggar?

Banyak orang yang terjebak melihat dalam “kaca mata” Hak Asasi Manusia bidang sipil dan politik. Pelanggaran yang kemudian dipahami dalam artian kekerasan fisik yang terjadi dan jatuh korban secara fisik (meninggal dan luka-luka). Sementara kasus seperti penggusuran paksa sejumlah orang dari satu wilayah tanpa prosedur yang sesuai dianggap bukan sebagai sebuah pelanggaran HAM.

Tahun 1993, Konferensi Dunia tentang Hak Asasi Manusia di Vienna telah memberikan perspektif yang lebih luas terhadap pengertian pelanggaran HAM. Konferensi itu secara tegas menghasilkan pernyataan bahwa HAM terdiri dari hak bidang sipil, politik, sosial, ekonomi dan budaya. Sehingga pelanggaran yang terjadi dalam bidang-bidang tersebut merupakan pelanggaran HAM yang memiliki saling keterkaitan dan mempengaruhi satu bidang dengan yang lainnya sehingga itu terjadi. (Syaldi Sahude: 2007)

2.2 Definisi Hukum Acara Pidana

Pengertian Hukum Acara Pidana

Yaitu cara bagaimana Negara melalui alat alat kekuasaan nya menentukan kebenaran tentang terjadinya suatu pelanggaran hukum pidana. Disebut juga hukum pidana formal mengatur cara pemerintah menjaga kelangsungan pelaksanaan hukum pidana material. (R. Abdoel Djamani, S.H. : 2005)

Menurut Simon

Hukum Acara Pidana yaitu hukum mengatur bagaimana Negara dengan alat-alat pemrintahannya mengukan hak-haknya untuk memidana.

Menurut de Bos Kemper

Hukum acara pidana yaitu sejumlah asas dan peraturan undang-undang yang mengatur bagaimana undang dilanggar negara menggunakan hak-haknya untuk memidana.

Bab III

Pembahasan

3.1 Kronologi Penangkapan dan Penjemputan Paksa Susno Duadji di Bandara Seokarno Hatta.

Kabar ditangkapnya Susno Duadji di Bandara Seokarno Hatta senin (12 April 2010) sore menghebohkan publik. Apalagi media massa utamanya televisi dan media online terus memperbaharui informasi mengenai perkembangan terkini mantan Kabareskrim Polri.

Senin 12 April 2010, Susno jenderal bintang tiga ini, sempat ditangkap paksa oleh petugas polisi berpangkat kombes dari Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri di Bandara Soekarno Hatta Jakarta. Susno diamankan saat hendak terbang ke Singapura untuk berobat dan medical check up.

Dari Bandara Soekarno-Hatta, Susno digelandang ke Polres Bandara Internasional Soekarno-Hatta kemudian dibawa ke gedung Divpropam Mabes Polri untuk menjalani pemeriksaan. Mantan Kapolda Jawa Barat itu tiba di gedung Provost Polri, sekitar pukul 18.25 WIB. Ia dibawa dalam sebuah mobil jenis BMW dengan dikawal mobil Toyota Alphard milik Polri bernomor polisi 1428-11.

Saat itu, Susno tampak mengenakan jaket hitam dengan kemeja merah muda. Susno tak berkomentar, namun sempat melambaikan tangan dan tersenyum ke arah wartawan yang ada di lokasi itu.

Sementara itu, pengamanan di sekitar gedung tersebut lebih ketat dari biasanya. Sejumlah personel polisi nampak di sekitar gedung baik di dalam maupun di luar serta gerbang utama. Namun setelah diperiksa selama lima jam, Susno akhirnya dilepas dan diperbolehkan pulang.

Berita pertama kali Susno ditangkap muncul ketika mengirimkan pesan melalu Bleckberry Messenger ke sejumlah pihak, termasuk Sekretaris Satgas Anti Mafia Hukum, Denny Indrayana. Selanjutnya, pesan dari Susno itu pun tersebar lewat situs jejaring sosial Twitter.

Namun Mabes Polri membantah jika disebut telah melakukan penangkapan atas Susno. Kadiv Humas Polri Irjen (Pol) Edward Aritonang yang ditemui di Mabes Polri, senin malam, juga mengatakan bahwa yang dilakukan petugas dari Divpropam hanya upaya pencegahan biasa, sebagai tindak lanjut atas informasi tentang indikasi pelanggaran yang dilakukan Susno.

Berdasarkan laporan yang diterima Provost, Susno pergi tanpa disertai ijin resmi dari dari kesatuan. Dan setelah di cek, kepergian itu tidak ada izin dari dinas kepolisian.

Karenanya Edward membantah jika Polisi telah melakukan penangkapan paksa. Edward menyebutnya sebagai upaya pencegahan dan dibawa untuk menjalani pemeriksaan.

Menurutnya, langkah tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak dinginkan yang dapat dilakukan Susno selama berada di luar negeri. Dikatakan pula, hingga saat ini Susno masih menjalani pemeriksaan internal.

Susno, perwira polisi kelahiran Pagaralam, Sumatera Selatan yang kini non job itu disebut melanggar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 2003 tentang Disiplin Anggota Polri, terutama pasal 6 tentang meninggalkan tugas tanpa izin.

Meski Kepala Pusat Pengamanan Internal Propam Polri Kombes (Pol) Budi Waseso membantah dengan mengatakan Susno bukan ditangkap melainkan dijemput secara sukarela, publik masih saja beranggapan Susno telah didzalimi korpsnya sendiri.

Kemarin Susno diperiksa Divisi Propam Polri selama hampir lima jam. Susno mengaku mendapat lima pertanyaan terkait dugaan pelanggaran kedisiplinan anggota terkait langkahnya ke Singapura tanpa izin.

3.2 Indikasi Pelanggaran Hak Asasi Manusia Dalam Kasus Penangkapan Komjen Susno Duadji di Bandara Soekarno-Hatta Jakarta

Dalam penangkapan yang dilakukan oleh Propam Polri terhadap Komjen Susno Duadji di Bandara Soekarno-Hatta pada tanggal 12 April 2010 itu memuat dugaan adanya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) terhadap pribadi Komjen Susno Duadji. Karena mengungkung kebebasan Susno Duadji untuk bisa bergerak bebas, bepergian dan berpindah-pindah tempat (Hak asasi pribadi / personal Right
) dan hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan dan penyelidikan di mata hukum ( Hak Asasi Peradilan/ procedural Rights) yang tidak didapatkan saat penangkapan itu terjadi.

Hal ini disebabkan karena sebelum rencana keberangkatan Susno ke Singapura dalam rangka berobat untuk mengecek kesehatannya, ia merasa dibuntuti oleh orang-orang yang mondar-mandir di sekitar rumahnya. Hal ini membuat ketenangan Susno dan keluarganya terusik. Kejadian ini terjadi setelah pernyataan adanya dugaan makelar kasus di tubuh Polri, tempat institusinya bernaung. Yang menyeret beberapa nama petinggi Polri dalam penanganan kasus Gayus.

Seolah-olah Susno Duadji merupakan tersangka atas kasus yang diungkapnya. Polri pun dengan segala upaya memutar otak untuk bisa menjerat Susno Duadji sebagai tersangka. Yang disebabkan beberapa alasan kasus pelanggaran yang pernah dibuat oleh Susno seperti menghadiri sidang Antasari azhar dalam kaitannya ia sebagai saksi.dan pertemuan dengan anggota DPR RI Komisi III yang tanpa dibekali surat izin Kapolri sebagai pimpinan institusi Kepolisian Republik Indonesia.

Dan alasan yang digunakan oleh Polri dalam “penjemputan” (versi polri) tersebut karena Susno Duadji mangkir dari tugas Kepolisian selama 85 hari dan pergi ke luar negeri tanpa izin dari Kapolri. Yang dalam ketentuan kepolisian menyatakan anggota Polri yang hendak ke luar negeri harus mendapat izin pimpinannya, dalam hal ini Kapolri sebagai pimpinan tertinggi Polri.

Karena alasan itulah Propam mengadakan aksi penjemputan untuk membawa Susno Duadji dengan status terperiksa. Yang dalam persamaan maknanya merupakan tersangka.

Terkait salah atau tidaknya Susno Duadji dalam pelanggaran disipliner yang dilakukannya, tidak lantas menjadikan Susno Duadji layaknya seorang buronan. Alasannya, karena Susno Duadji merupakan seorang polisi juga yang mempunyai wewenang untuk mengungkap kasus kejahatan pidana. Apapun alasannya, tidak dibenarkan perilaku institusi Polri terhadap Susno Duadji, karena telah melanggar hak-hak dasar kemanusiaan seorang warga negara.

3.3 Indikasi Pelanggaran Hukum Acara Pidana Dalam Kasus Penangkapan Komjen Susno Duadji di Bandara Soekarno-Hatta Jakarta

Mantan Kabareskrim Mabes Polri Komjen Susno Duadji mengaku dirinya sempat berdebat lama dengan penyidik dari tim Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri. Perdebatan tersebut menunjuk pada alat bukti yang digunakan Propam untuk menjerat Susno menjadi tersangka (yang dalam bahasa Propam dikatakan Susno terperiksa) dengan tuduhan pelanggaran kode etik dan profesi.

Alasan yang digunakan untuk menjerat Susno Duadji menurut propam adalah menjadikan Koran sebagai saksi dan rekaman yang beredar di media sebagai alat bukti. Sedangkan diketahui bahwa rekaman tidak bisa dijadikan barang bukti untuk suatu kasus apapun. Terkait pengakuan yang diungkapkan Susno Duadji mengenai adanya dugaan makelar kasus di tubuh Polri.

Penggunaan kliping pemberitaan koran yang dilakukan oleh Propam Polri itu terkesan “memaksa” agar Jenderal bintang tiga itu memjadikan Susno Duadji sebagai tersangka kasus yang diungkapkannya. Yang seharusnya dimintai keterangan saksi itu berasal dari wartawan yang meliput berita atau pimpinan redaksi Koran yang bersangkutan mengenai pemberitaan pengakuan Susno Duadji. Atau langsung meminta keterangan dari Satgas Pemberantasan Mafia Hukum dalam Kasus Korupsi.

Yang dalam ketentuan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dalam kedudukannya sebagai pelapor adanya indikasi kejahatan korupsi seharusnya mendapatkan perlindugan namun tidak dilakukan. Pemeriksaan begitu friksi dengan keharusannya. Penyidik Propam yang memeriksanya itu masih tetap ngotot untuk menjadikan koran sebagai barang bukti. Koran dapat menjadi alat bukti bila hakim menanyakan Koran tersebut kepada pemilik Koran. Dan benar atau tidak Susno Duadji menyatakan hal tersebut.

Yang dalam perkembangannya menjadikan Susno Duadji sebagai tersangka yang dalam istilah Propam Polri sama artinya dengan tersangka. Hal ini dikarenakan Susno Duadji berbicara kepada wartawan dan wartawan menulis pernyataan tersebut. Hal lainnya adalah tak lain karena sikapnya yang menyampaikan tentang adanya dugaan praktek mafia hukum di tubuh Polri kepada Satgas anti Mafia hukum. Yang dianggap mencemarkan nama baik Polri.

Hal ini seolah-olah pembentukkan Satgas anti Mafia hukum menjadi sia-sia karena Susno Duadji dianggap bersalah berbicara dengan Satgas.

Satuan Tugas (Satgas) pemberantasan mafia hukum meminta Polri mengkaji kembali penetapan tersangka mantan Kabareskrim, Komjen Pol Susno Duadji dalam dugaan pencemaran nama baik terhadap dua Jenderal, yaitu Brigjen Pol Edmon Ilyas dan Brigjen Pol Raja Erizman. Hal itu disampaikan oleh Denny Indrayana yang sekaligus staf ahli Presiden bidang hukum, menilik surat edaran Kapolri tahun 2005.
Berkaitan dengan pencemaran nama baik, maka penanganan kasus pencemaran nama baiknya di-pending dahulu untuk menangani kasus korupsinya dulu. Hal itu sebagaimana terdapat dalam surat edaran dari kepolisian yang menyatakan hal yang sama. Sebaiknya hal itu dicermati oleh Polri.

Seperti diketahui pada Kamis(25/3/2010)lalu, Susno telah resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan pencemaran nama baik. Penetapan ini didasarkan atas laporan dua perwira tinggi Polri, Brigjen Raja Erizman dan Edmon Ilyas yang disebut Susno terlibat dalam praktek mafia kasus.

Adapun berikut adalah bunyi surat edaran Kapolri bernomor B/345/III/2005/Bareskrim tanggal 7 Maret 2005 yang mengatur hal itu menyatakan demikian. Pertama, penanganan kasus tindak pidana korupsi dengan kegiatan penyelidikan/ penyidikan, baik oleh Polri, Kejaksaan maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selalu dijadikan prioritas utama.

Kedua, penanganan kasus pencemaran nama baik sebagai kasus yang timbul kemudian tetap ditangani, namun bukan prioritas utama dengan tujuan kasus tersebut tidak terhambat/mengaburkan penangan korupsi yang menjadi kasus pokoknya. Ketiga, lebih memanfaatkan penangan kasus pencemaran nama baik untuk mendapatkan dokumen/keterangan yang diperlukan di dalam proses pembuktian kasus korupsi yang menjadi masalah pokok.

Sebelumnya Polri juga pernah melakukan hal sama yakni menetapkan tersangka pencemaran nama baik tanpa terlebih dahulu membuktikan laporan korupsi pada kasus dua aktivis Bendera (Benteng Demokrasi Rakyat), Ferdi Simaun dan Mustar Bonaventura.

Bab IV

Kesimpulan

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian pembahasan di atas, maka yang dapat penulis simpulkan antara lain sebagai berikut :

  1. Dalam upaya penangkapan yang dilakukan Propam Polri terhadap Komjen Susno Duadji, kuat dugaan telah terjadi pelanggaran HAM. Alasannya adalah, hak untuk bisa bergerak bebas, bepergian dan berpindah-pindah tempat (Hak asasi pribadi / personal Right) dan hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan dan penyelidikan di mata hukum ( Hak Asasi Peradilan/ procedural Rights) yang dimiliki oleh setiap warga negara, termasuk Komjen Susno Duadji telah “dikungkung dan dikebiri” oleh institusinya sendiri. Hal ini sebagaimana termuat dalam pasal 9 dan 14 deklarasi Human Rights.
  2. Untuk bidang Hukum Acara Pidana sendiri, dalam ketentuan KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) penangkapan harus disertai surat penangkapan yang diberi waktu 1x24 jam. Sehingga secara KUHAP, kasus penangkapan Komjen Susno Duadji adalah tidak sah, karena tidak disertai surat penangkapan. Berhubung Komjen Susno Duadji merupakan seorang polisi maka untuk penangkapannya sendiri harus menggunakan alasan pelanggaran kode etik kepolisian (Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 2003 tentang Disiplin Anggota Polri, terutama pasal 6 tentang meninggalkan tugas tanpa izin). Yang dalam ketentuannya melarang anggota polisi ke luar negeri tanpa surat izin kepolissian sebagai institusi yang mewadahinya. Dengan demikian, untuk Hukum Acara Pidana dikenakan bagi penduduk sipil. Sedangkan untuk kepolisian ada ketentuannya sendiri.

Daftar Pustaka

Djamali, R. Abdoel, S.H. 2005. Pengantar Hukum Indonesia. Bandung : Rajawali Pers.

Kansil, C.S.T.,Drs., S.H. 1984. KUHAP dan Sekitarnya. Jakarta : Bina Aksara.

www. Google. Com

www. Okezone. Com

www. Yahoo.com

1 komentar:

  1. saya mahasiswa dari Jurusan Hukum
    Artikel yang sangat menarik, bisa buat referensi ni ..
    terimakasih ya infonya :)

    BalasHapus