1. Isu Konsumen: Pemadaman Listrik terhadap Pelanggan Listrik PLN di Kota Kendari
Kini listrik byar-pet kembali kambuh, pemadaman listrik sepihak terus mengganggu kenyamanan warga dan produktivitas pelaku usaha di Kota Kendari. Pasalnya, pekerjaan menjadi terlambat akibat pemadaman bergilir yang berlangsung dalam hitungan lebih dari tiga jam. Pemadaman listrik yang terus terjadi ini jelas merugikan masyarakat. Pelaku usaha sangat dirugikan, karena biaya produksinya bertambah untuk membeli genset dan minyak. Belum lagi ditambah dengan kerusakan komputer akibat listrik yang padam tiba-tiba. Belum lagi adanya keluhan pelanggan yang kehilangan data saat listrik padam. Dan lain sebagainya. ironisnya jika listrik padam, maka pihaknya tidak bisa membebankan penambahan biaya produksi kepada konsumen.
Hal ini bisa saja dimaklumi, namun dari sisi bisnis jelas mengurangi produktivitas perusahaan dan pasokan barang kepada mitra-mitra bisnisnya. Terobosan kebijakan yang bertujuan untuk menyelamatkan atau memulihkan sistem kelistrikan dalam konteks otonomi daerah (otda) menjadi hal penting peranan Pemda. Letak urgensi peranan gubernur adalah memberi ketentraman bagi warga sekaligus mensinergikan kapasitas listrik dan mewujudkan program mensejahterakan masyarakat.
Memang listrik byar-pet itu telah ’memantik’ rasa gusar yang sudah lama dipendam masyarakat. Hanya saja, luapan aspirasi tak tahu harus disalurkan ke alur manapun. Masyarakat sekarang ini sudah semakin apatis “tak mau tahu,”. Nyaris signifikansi aksi itu tidak efektif untuk mengurangi pemadaman bergilir. Kecuali sekadar mempermalukan para petinggi perusahaan ‘plat merah’ itu.
Padahal, jika pelanggan tidak membayar listrik tepat waktu, PLN langsung memblokir listrik pelanggan yang bersangkutan. Sedangkan, jika PLN yang melakukan pemadaman listrik banyak yang tidak diberitahukan kepada masyarakat. Sehingga masyarakat merasa kecewa dengan perlakuan sepihak ini. Apalagi, rute atau area pemadaman tidak jelas dan teratur. Ambil contoh saja, pelanggan yang tinggal di kawasan pertokoan atau pusat keramaian sangat jarang mengalami pemadaman listrik bergilir. Hal itu berbeda dengan wilayah yang tidak begitu ramai. Seperti yang dialami pelanggan di wilayah jalan R. Suprapto Mandonga. Yang paling intens mengalami mati lampu. Jika pada pagi hari listrik padam, keesokkan harinya listrik padam pada malam hari lagi. Begitu seterusnya. Dengan kata lain listrik padam setiap hari. Hal tersebut berbeda dengan warga yang tinggal di jalan Taman Surapati sampai ke jalan menuju Rumah Jabatan Gubernur Sulawesi Tenggara.
Analisis :
Untuk isu konsumen di atas, nampak bahwa PLN Kota Kendari masih “seenak hati” melakukan pemadaman listrik. Apalagi hal ini kadang-kadang mendiskriminasikan masyarakat dalam suatu lokasi. Padahal dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen dinyatakan dalam pasal 7 poin c. kewajiban pelaku usaha memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. Artinya, PLN ketika melakukan pemadaman bergilir jangan mengkebiri hak warga yang bermukim di suatu lokasi. Sebab, semua pelanggan/ konsumen melakukan kewajibannya untuk berusaha membayar iuran bulanan tepat waktu.
Yang ada adalah ketidaknyamanan yang dirasakan masyarakat dalam menikmati pelayanan listrik PLN Kota Kendari. Apalagi di tengah moment Piala Dunia 2010 ini saja pemdaman kembali dilakukan. Namun anehnya, yang paling intens adalah wilayah yang merupakan “langganan” pemadaman bergilir lalu. Padahal dalam pasal 2 dinyatakan perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama dengan berdasarkan asas keseimbangan. Hal ini dimaksudkan memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual. Sehingga pihak-pihak yang merasa jadi korban dapat menikmati haknya secara utuh.
2. Isu Konsumen Terhadap Tarif Angkutan Kota di Kota Kendari
Salah satu faktor yang kerap menjadi permasalahan dalam sistem pengaturan angkutan umum adalah penentuan besar tarif yang berlaku pada suatu kota atau trayek tertentu. Pada awal Oktober 2005 lalu pemerintah memutuskan untuk mencabut subsidi BBM dan menyebabkan kenaikan harga BBM melonjak, untuk premium naik sebesar 87.5 % dari harga Rp. 2.400 / liter menjadi Rp. 4500 / liter bahkan sekarang telah menjadi Rp. 6000/liter. Kenaikan BBM tersebut sangat berpengaruh terhadap biaya operasional kendaraan dan menyebabkan kenaikan tarif angkutan umum.
Namun demikian operator kendaraan umum menganggap kenaikan tersebut masih rendah bila dibandingkan dengan kenaikan suku cadang dan kenaikan BBM. Dalam penentuan tarif, pemerintah sebagai regulator harus dapat memelihara kelangsungan hidup para pengusaha angkutan umum dan kemungkinan berkembangnya secara baik, maka tarif dapat menutupi seluruh biaya operasi kendaraan serta mampu memperoleh laba yang layak. Dalam penentuan tarif cara yang paling efektif adalah dengan memperhitungkan faktor berapa besar biaya yang dikeluarkan oleh operator angkutan umum untuk mengoperasikan kendaraannya yang disebut dengan Biaya Operasional kendaraan (BOK).
Kota Kendari memiliki 9 trayek tetap angkutan umum yang dilayani oleh 1.102 angkutan kota yang terdaftar pada Dinas Perhubungan Kota Kendari. Dalam rute tersebut terdapat beberapa rute trayek yang saling tumpang tindih yang mengakibatkan saling merebutkan penumpang, sehingga terjadi kemacetan, kesemrawutan serta tingkat pelayanan angkutan kota yang tidak memadai. Demand penumpang terhadap angkutan Salah satu faktor yang kerap menjadi permasalahan dalam sistem pengaturan angkutan umum adalah penentuan besar tarif yang berlaku pada suatu kota atau trayek tertentu.
Hal itu pun berimbas pada pemberlakuan “illegal” dari supir angkot (angkutan kota)mengenai tariff angkot bagi para penumpang, khususnya para pelajar atau mahasiswa. Mengapa tidak, banyak supir angkot di jalur trayek IB memberlakukan tariff Rp. 2.500 bagi para pelajar atau mahasiswa jika sudah di luar jam sekolah atau perkuliahan. Padahal dalam SK Walikota tahun 2008 Mengenai tariff angkot di Kota Kendari adalah Rp. 1.500 dengan menunjukkan identitas pelajar atau mahasiswa. Bahkan, ketika pelajar atau mahasiswa membayar tariff angkot sebesar Rp.2.000 kadang, supir ridak mengembalikkan uang kembaliannya. Bahkan beberapa supir menggunakan alasan tidak ada uang kembalian. Sehingga, banyak penumpang merasa segan untuk meminta uang kembalian tersebut.
Yang paling fenomenal adalah, supir kadang “memaki” penumpang yang notabene adalah pelajar atau mahasiswa yang membayar tariff Rp.1.500. mereka menganggap pada jam sekolah saja atau pada saat seseorang itu menggunakan pakaian seragamnya yang dikenakan tariff Rp.1.500 saja. Hal ini sangat membuat risih para penumpang yang notabene adalah seorang pelajar atau mahasiswa.
Analisis :
Apa sebenarnya yang melatarbelakangi penerapan tarif terselubung yang dilakukan supir angkot kepada mahasiswa dan pelajar? Padahal dalam ketentuan SK Walikota Tahun 2008 ditetapkan bahwa tarif angkot bagi pelajar adalah Rp.1.500. mungkin banyak faktor yang menyebabkan tindakan terselubung dari para supir tersebut. Namun dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen , dinyatakan dalam penjelasan pasal 2, perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum. Kepastian hukum yang dimaksud adalah bahwa pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum. Artinya, jika ada pelanggaran akan penerapan tarif terselubung bagi penumpang angkot khusus mahasiswa atau pelajar maka pihak yang terkait akan ditindak oleh negara dalam hal ini diwakili oleh instansi yang terkait adalah Dinas Perhubungan Kota Kendari.
Jika hal tersebut, masih diberlakukan maka konsumen pengguna jasa dalam hal ini penumpang yang merupakan mahasiswa dan pelajar,telah dilanggar haknya sebagai konsumen pengguna jasa angkot. Hal tersebut jelas terjadi pelanggaran hak konsumen, sebagaimana yang terurai dalam pasal 4 poin 3 dan poin 7 Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
Dalam pasal 15 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, dijelaskan bahwa pelaku usaha dalam menawarkan barang dan atau jasa dilarang melakukan dengan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan, baik fisik maupun psikis terhadap konsumen. Hal ini berarti, para supir harusnya, tidak kasar pada penumpang angkot yang merupakan seorang pelajar atau mahasiswa ketika, ia membayar Rp. 1.500 di luar jam sekolah. Sehingga, para konsumen jasa angkot yang notabene adalah pelajar atau mahasiswa tidak merasa risih jika membayar Rp. 1.500 pada waktu-waktu di luar jam sekolah.
Untuk mengatasi permasalahan di atas, diperlukan tindakan pemerintah kota dalam hal ini dinas perhubungan untuk memberi teguran kepada supir “nakal” yang mengenakan tarif terselubung kepada penumpang mahasiswa ataupun pelajar di luar jam sekolah sekalipun.
OLEH: THOTO DAN KAWAN-KAWAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar