amazing, crowning, shining, and give a brightness (spirit to change n shares everything)
Kamis, 21 Juli 2011
MENGENAL PENYAKIT PROGERIA
Menurut seorang dokter ahli : dr. Eriyati Indrasanto, SpA, "Progeria atau penyakit penuaan dini adalah merupakan suatu penyakit genetik yang disebabkan oleh mutasi (perubahan) gen. Progeria bukan penyakit turunan dan tidak menular.
Selanjutnya dr. Eriyati Dr. Eriyati Indrasanto, Sp.A, menjelaskan bahwa progeria adalah kelainan genetik yang memang sangat jarang terjadi. Progeria berasal dari bahasa Yunani yaitu geras yang berarti usia tua. Jadi si penderita mengalami penuaan dini dengan kecepatan yang berkisar 4-7 kali lipat dari proses penuaan normal. Contoh konkretnya, bila si anak yang mengalami progeria berumur 10 tahun, maka penampilannya akan tampak seperti orang berusia 40-70 tahun! Artinya, semua organ tubuh si bocah, termasuk organ pernapasan, jantung, maupun sendi-sendinya sudah mengalami kerentaan.
Penderita progeria memang lahir normal. Namun, di usia 6 bulan sampai 1 tahun, mulai terlihat tanda-tandanya. Antara lain :
*
rambut rontok yang tidak tumbuh lagi,
*
kulit dan jaringan kulit menipis,
*
kuku dan gigi tumbuh tidak baik.
Namun, secara mental, justru tidak tua, termasuk mata. Intelegensi pun normal." Lebih lanjut Eri mengatakan, berdasarkan buku-buku kepustakaan, secara statistik, umur rata-rata penderita progeria adalah 14 tahun
Tentang pengobatan, Eri berkata, belum ada obat untuk progeria. Pengobatan hanya simtomatik, yaitu berdasar gejala yang timbul. "Misalnya sakit sendi, dikasih obat sakit sendi. Kalau sakit panas, dikasih obat panas" katanya.
Menurut penjelasan ilmiahnya, lanjut Eriyati, telah terjadi mutasi gen tunggal yaitu pada gen LMNA yang bertanggung jawab terhadap pembentukan protein lamin A dan lamin C. Protein ini bertugas menstabilitasi selaput dalam dari inti sel (inner membrane). Diduga ketidakstabilan karena mutasi itulah yang menyebabkan terjadinya penuaan dini pada anak-anak penderita progeria. "Sayangnya, sampai sejauh ini hasil penelitiannya masih sebatas itu."
Yang pasti, kata dokter spesialis anak yang mendalami bidang genetika klinik ini, mutasi gen bisa terjadi pada siapa saja. Prosesnya berlangsung secara sporadik atau bisa tiba-tiba muncul dan dapat dialami siapa pun. "Tadinya ada yang menduga, penyakit ini bersifat resesif. Artinya, didapat dari ayah-ibu yang mengandung gen yang mengalami mutasi tadi. Toh, nyatanya pada mereka progeria tak muncul. Jadi, apa penyebab pastinya masih diteliti," papar dokter dari RSAB Harapan Kita, Jakarta ini.
Kasus progeria pertama kali dikemukakan oleh Dr. Jonathan Hutchinson pada tahun 1886 dan oleh Dr. Hastings Gilford sebelas tahun kemudian. Makanya penyakit ini sering disebut sebagai Hutchinson-Gilford Progeria Syndrome (HGPS).
MENGENALI GEJALA KLINIS PROGERIA
Progeria berbeda dengan penyakit-penyakit lain yang biasanya sudah bisa terdeteksi saat masih bayi, bahkan selagi masih dalam kandungan. Penyakit ini justru muncul setelah anak berusia satu tahun. Tak heran kalau di rentang usia 0-1 tahun ia kelihatannya normal-normal saja, baru selewat usia itu akan terlihat jelas proses penuaannya. Eriyati sendiri tak mengetahui secara pasti kenapa penuaan tersebut mulai terjadi di usia satu tahun dan bukannya kurang atau lebih dari angka tersebut.
Ahli neonatologi ini kemudian menyebut beberapa gejala klinis progeria yang cukup membuat bulu kuduk bergidik. Umpamanya, rambut yang semula lebat kemudian rontok dan tak tumbuh lagi, pembuluh darah di bagian kepala tampak jelas, jaringan lemak di bagian bawah kulit berkurang bahkan menghilang sehingga kulit menjadi keriput, dan kuku tak tumbuh sempurna tapi tumbuh melengkung serta rapuh. Selain itu, ada pengerasan di persendian, tulang patah atau retak yang tak kunjung sembuh maupun pengeroposan tulang. Gigi geliginya terlambat tumbuh, bahkan ada juga yang tak tumbuh sama sekali selain tak teratur susunannya.
Gejala yang bisa berakibat fatal adalah jika mengalami kekakuan pembuluh darah. Terlebih bila kekakuannya terjadi di pembuluh darah jantung, maka kemungkinan besar si penderita akan mendapat serangan jantung atau stroke. "Pembuluh darah jantung mesti diperhatikan karena menjadi penyebab utama kematian di kalangan penderita progeria. Salah satu jalan keluarnya adalah operasi by pass."
Akibat adanya mutasi gen itu pula, perkembangan tulang penderita progeria akan terganggu dan mengalami degenerasi tulang. Dengan begitu, kalau dihitung-hitung pertumbuhan tulangnya cuma setengah atau bahkan sepertiga dari pertumbuhan tulang anak normal seusianya. Makanya kalau diperhatikan dengan saksama, yang bersangkutan akan terlihat seperti orang yang sudah tua. Meski begitu, mata seorang penderita progreria tidak pernah mengalami katarak layaknya kaum lanjut usia. "Kenapa bisa demikian? Itu juga masih belum diketahui," tandas Eriyati.
Untungnya, faktor intelegensi atau perkembangan kemampuan berpikir anak penderita progreria tidak terganggu. Hanya saja secara psikologis, mungkin ia relatif sensitif karena merasa dirinya berbeda dari teman-temannya atau tak bisa selincah anak seusianya. "Dia hanya bisa melakukan permainan-permainan yang tak membutuhkan banyak tenaga karena mudah capek."
Yang membuat hati miris, rata-rata penderita progeria hanya bisa bertahan hidup hingga umur 14 tahun. Dapat dihitung dengan jari penderita progeria yang bisa mencapai usia 20 tahunan. "Mungkin hanya satu atau dua orang saja, karena organ tubuhnya seperti orang tua. Coba 14 dikalikan tujuh, di usia itu kondisi tubuhnya sudah seperti orang yang berusia 98 tahun."
Ciri lainnya adalah kuku melengkung serta rapuh, pengerasan di persendian, pengeroposan tulang yang menyebabkan tulang mudah retak atau patah, gigi terlambat tumbuh, merupakan tanda-tanda penderita progeria. Padahal itu adalah gejala pada orang yang memasuki usia lanjut.Gejala klinis yang terjadi pada penderita progeria di atas benar-benar memilukan. Bagaimana tidak, semua gejala menyedihkan tersebut harus dialami oleh bocah yang seharusnya dapat tumbuh dan bermain secara normal.
Astral Projection
Astral projection
Sebenarnya saya kurang begitu suka membuat tulisan tentang Astral Projection, karena ini adalah magic tingkat tinggi yang sangat sulit sekali untuk dilakukan. Menanggapi request beberapa waktu yang lalu, saya membuat tulisan ini hanya sekadar untuk berbagi pengetahuan tentang dunia magic.
Definisi : Astral Projection Travel adalah suatu keadaan di mana jiwa kita melakukan perjalanan sendiri ke tempat lain, terpisah dari tubuh kita. Tapi ini bukan suatu mimpi, karena jika ditilik, jiwa kita benar-benar berada di tempat lain tersebut, dan bisa melakukan suatu aktivitas di sana.
Cara melakukan Astral Projection :
WARNING : Metode Astral Projection di bawah ini hanya bisa diterapkan pada diri sendiri. Membuat orang lain melakukan “Astral Projection” seperti yang dilakukan oleh Joe Sandy mustahil untuk dilakukan, atau memerlukan kemampuan yang sangat tinggi.
kata “joe”hati2 melakukan ini karena bisa mengeluarkan raga orang yg anda ajak main maka pertimbangkan dulu
Metode Astral Projection :
1. Anda harus berada dalam kondisi “relaksasi yang sangat dalam”. Maka berbaringlah, dan mulailah untuk mengencangkan, lalu meregangkan otot-otot anda, mulai dari otot kaki hingga otot wajah. Tenangkan pikiran anda, pejamkan mata anda, tapi jangan tidur.
2. Setelah anda mencapai kondisi “relaksasi yang sangat dalam”, kini saatnya untuk mengontrol nafas anda. Bernafaslah dengan pelan dan dalam, rasakan tiap tarikan nafas yan masuk dan keluar dari dalam tubuh anda. Lakukan terus hal ini sampai anda merasa telah memasuki alam relaksasi anda lebih dalam lagi.
3. Pada poin ini, ada dua hal yang harus anda perhatikan. Tubuh anda yang asli, dan tubuh astral anda. Jika anda merasa bahwa tubuh asli anda semakin berat dan semakin berat, inilah saatnya untuk membentuk tubuh astral anda. Bentuk tubuh astral anda dengan membayangkan benda-benda yang sangat ringan seperti gelembung sabun atau bulu. Rasakan benda-benda tersebut mulai naik ke atas, meninggalkan tubuh anda. Rasakan bahwa anda akan melayang ke atas, dan menjadi sangat-sangat ringan.
4. Anda dinyatakan berhasil mencapai tahap ini jika berhasil menciptakan suatu “infra merah”, yang membuat segalanya yang sebelumnya gelap gulita mulai tampak detailnya. Anda mungkin akan merasa berada di sebuah ruang yang disinari cahaya ungu. Teruslah berkonsentrasi, buat cahaya-cahaya yang menerangi ruangan jauh lebih terang dari sebelumnya. Cobalah untuk berkonsentrasi pada suatu objek yang anda bayangkan ada di ruangan tersebut, misalkan bulan atau gambar. Jika berhasil, mata anda akan terasa sangat berat dan terpejam, namun anda tetap melihat segalanya dengan sangat jelas. Pada tahap ini, jangan kaget jika saat melihat ke bawah, anda menemukan tubuh anda sedang tertidur lelap. Jika hal ini sudah terjadi, selamat! Astral Projection anda telah berhasil.
Fakta seputar Astral Projection :
- Astral Projection sangat jarang langsung berhasil pada percobaan pertama. Biasanya seorang “Astral Projector” profesional pun memerlukan 2 sampai 3 kali percobaan.
- Penghalang terbesar suksesnya Astral Projection sebenarnya adalah alam sadar anda, yang tanpa anda sadari selalu mencoba mencegah terbelahnya tubuh anda ke tubuh nyata dan tubuh astral.
- Hipnotis dan musik berjenis “binaural beats” dapat mempermudah anda mencapai alam relaksasi yang sangat dalam.
- Semua orang dilahirkan dengan kemampuan untuk melakukan Astral Projection
Penjelasan Ilmiah
Teori Fisika Kuantum Modern (Masih menjadi perdebatan antar ilmuwan) :
*Sinar-sinar photon yang dipancarkan melalui suatu medium tertentu tidak selamanya penuh, namun kadang terputus-putus. Hal ini sebenarnya membuktikan bahwa ada interferensi dari sinar-sinar photon di dimensi waktu yang berbeda.
*Konsep ini pun berkembang ke teori tentang benda yang lebih padat. Beberapa orang menganggap bahwa waktu bukanlah sesuatu yang linear. Artinya, tidak ada “masa lalu”, “masa kini”, “masa depan”, “kehidupan”, ataupun ” kematian”. Sebenarnya, ada BANYAK DIRI KITA yang hidup dalam berbagai dimensi dalam waktu yang bersamaan.
*Ibaratnya sebuah dokumen yang dikirim via fax ke tempat lain, sebenarnya kita selama ini hanya melakukan “perjalanan antar dimensi”, dari masa kecil hingga saat ini. Perjalanan ini akan terus berputar dalam satu siklus. Seperti dokumen yang dikirim lewat mesin fax, dokumen aslinya tidak pernah hancur dan masih bisa difax-kan lagi ke tempat lain.
*Artinya, para ilmuwan tersebut ingin mengatakan bahwa sebenarnya kematian itu tidak ada. Kita memang mati di satu dimensi, namun di dimensi-dimensi yang lainnya kita akan terus hidup, dan terus melakukan perjalanan antar dimensi.
Pendapat saya : Walaupun teori ini cukup menarik, namun sebagai umat beragama yang percaya pada dogma “hari pembalasan setelah kematian”; saya tidak mau mempercayai teori Fisika Kuantum Modern tersebut.
Sebenarnya saya kurang begitu suka membuat tulisan tentang Astral Projection, karena ini adalah magic tingkat tinggi yang sangat sulit sekali untuk dilakukan. Menanggapi request beberapa waktu yang lalu, saya membuat tulisan ini hanya sekadar untuk berbagi pengetahuan tentang dunia magic.
Definisi : Astral Projection Travel adalah suatu keadaan di mana jiwa kita melakukan perjalanan sendiri ke tempat lain, terpisah dari tubuh kita. Tapi ini bukan suatu mimpi, karena jika ditilik, jiwa kita benar-benar berada di tempat lain tersebut, dan bisa melakukan suatu aktivitas di sana.
Cara melakukan Astral Projection :
WARNING : Metode Astral Projection di bawah ini hanya bisa diterapkan pada diri sendiri. Membuat orang lain melakukan “Astral Projection” seperti yang dilakukan oleh Joe Sandy mustahil untuk dilakukan, atau memerlukan kemampuan yang sangat tinggi.
kata “joe”hati2 melakukan ini karena bisa mengeluarkan raga orang yg anda ajak main maka pertimbangkan dulu
Metode Astral Projection :
1. Anda harus berada dalam kondisi “relaksasi yang sangat dalam”. Maka berbaringlah, dan mulailah untuk mengencangkan, lalu meregangkan otot-otot anda, mulai dari otot kaki hingga otot wajah. Tenangkan pikiran anda, pejamkan mata anda, tapi jangan tidur.
2. Setelah anda mencapai kondisi “relaksasi yang sangat dalam”, kini saatnya untuk mengontrol nafas anda. Bernafaslah dengan pelan dan dalam, rasakan tiap tarikan nafas yan masuk dan keluar dari dalam tubuh anda. Lakukan terus hal ini sampai anda merasa telah memasuki alam relaksasi anda lebih dalam lagi.
3. Pada poin ini, ada dua hal yang harus anda perhatikan. Tubuh anda yang asli, dan tubuh astral anda. Jika anda merasa bahwa tubuh asli anda semakin berat dan semakin berat, inilah saatnya untuk membentuk tubuh astral anda. Bentuk tubuh astral anda dengan membayangkan benda-benda yang sangat ringan seperti gelembung sabun atau bulu. Rasakan benda-benda tersebut mulai naik ke atas, meninggalkan tubuh anda. Rasakan bahwa anda akan melayang ke atas, dan menjadi sangat-sangat ringan.
4. Anda dinyatakan berhasil mencapai tahap ini jika berhasil menciptakan suatu “infra merah”, yang membuat segalanya yang sebelumnya gelap gulita mulai tampak detailnya. Anda mungkin akan merasa berada di sebuah ruang yang disinari cahaya ungu. Teruslah berkonsentrasi, buat cahaya-cahaya yang menerangi ruangan jauh lebih terang dari sebelumnya. Cobalah untuk berkonsentrasi pada suatu objek yang anda bayangkan ada di ruangan tersebut, misalkan bulan atau gambar. Jika berhasil, mata anda akan terasa sangat berat dan terpejam, namun anda tetap melihat segalanya dengan sangat jelas. Pada tahap ini, jangan kaget jika saat melihat ke bawah, anda menemukan tubuh anda sedang tertidur lelap. Jika hal ini sudah terjadi, selamat! Astral Projection anda telah berhasil.
Fakta seputar Astral Projection :
- Astral Projection sangat jarang langsung berhasil pada percobaan pertama. Biasanya seorang “Astral Projector” profesional pun memerlukan 2 sampai 3 kali percobaan.
- Penghalang terbesar suksesnya Astral Projection sebenarnya adalah alam sadar anda, yang tanpa anda sadari selalu mencoba mencegah terbelahnya tubuh anda ke tubuh nyata dan tubuh astral.
- Hipnotis dan musik berjenis “binaural beats” dapat mempermudah anda mencapai alam relaksasi yang sangat dalam.
- Semua orang dilahirkan dengan kemampuan untuk melakukan Astral Projection
Penjelasan Ilmiah
Teori Fisika Kuantum Modern (Masih menjadi perdebatan antar ilmuwan) :
*Sinar-sinar photon yang dipancarkan melalui suatu medium tertentu tidak selamanya penuh, namun kadang terputus-putus. Hal ini sebenarnya membuktikan bahwa ada interferensi dari sinar-sinar photon di dimensi waktu yang berbeda.
*Konsep ini pun berkembang ke teori tentang benda yang lebih padat. Beberapa orang menganggap bahwa waktu bukanlah sesuatu yang linear. Artinya, tidak ada “masa lalu”, “masa kini”, “masa depan”, “kehidupan”, ataupun ” kematian”. Sebenarnya, ada BANYAK DIRI KITA yang hidup dalam berbagai dimensi dalam waktu yang bersamaan.
*Ibaratnya sebuah dokumen yang dikirim via fax ke tempat lain, sebenarnya kita selama ini hanya melakukan “perjalanan antar dimensi”, dari masa kecil hingga saat ini. Perjalanan ini akan terus berputar dalam satu siklus. Seperti dokumen yang dikirim lewat mesin fax, dokumen aslinya tidak pernah hancur dan masih bisa difax-kan lagi ke tempat lain.
*Artinya, para ilmuwan tersebut ingin mengatakan bahwa sebenarnya kematian itu tidak ada. Kita memang mati di satu dimensi, namun di dimensi-dimensi yang lainnya kita akan terus hidup, dan terus melakukan perjalanan antar dimensi.
Pendapat saya : Walaupun teori ini cukup menarik, namun sebagai umat beragama yang percaya pada dogma “hari pembalasan setelah kematian”; saya tidak mau mempercayai teori Fisika Kuantum Modern tersebut.
penyakit langkah :PROGRERIA
Progreria
Progeria merupakan penyakit kesalahan kode genetik (terjadi mutasi), tepatnya kelainan protein (Lamin A) di sekitar inti sel atau menurut para ahli lainnya kesalahan terdapat di kromosom nomor 1, pada seseorang yang mengakibatkan penuaan dini sebelum waktunya.
Progeria terdiri atas dua jenis yaitu sindrom Hutchinson-Gliford (progeria masa kanak-kanak) dan sindrom Werner (progeria masa dewasa).
Progeria masa kanak-kanak atau yang disebut sebagai sindroma Hutchinson-Gliford ditandai dengan adanya kegagalan pertumbuhan pada tahun pertama kehidupan. Tampak dengan jelas adanya ketidakseimbangan ukuran tubuh (kecil atau cenderung kurus), kulit terlihat keriput, pertumbuhan gigi terlambat atau bahkan tidak ada sama sekali, kemampuan bergerak sangat terbatas, dan beberapa ciri-ciri lainnya. Biasanya, penderita hanya sanggup bertahan hidup sampai awal usia remaja, rata-rata hingga usia 13-14 tahun.
Para penderita seringkali mengalami aterosklerosis progresif (kelainan penyumbatan pembuluh darah) seperti yang biasa tampak pada individu lanjut usia. Hal ini dapat mengakibatkan stroke atau serangan jantung yang berujung pada kematian. Hingga saat ini belum ditemukan pengobatan dan pencegahan yang tepat untuk penanganan kasus progeria ini.
Di Indonesia pun, penyakit Progeria sangatlah langka. Baru ditemukan seorang anak Indonesia yang mengalami nasib kurang beruntung itu. Anak itu bernama Wiradianty yang akrab dipanggil Ranti, yang saat ini telah beristirahat dengan tenang di pangkuan Tuhan Yang Maha Esa.Eriyati Indrasanto, ahli genetika anak pada Rumah Sakit Harapan Kita, merupakan salah satu dokter yang menangani Ranti ketika masih hidup. Saat mulai berobat, Ranti kecil berusia tujuh tahun tiga bulan. Beratnya 10 kg dan tinggi 94 cm. Menurut Eriyati, di dunia hanya ditemui satu penderita Progeria di antara 250.000 kelahiran hidup. Meski begitu, ditemukan pula sebuah keluarga dengan lima orang anak yang seluruhnya adalah penderita Progeria. "Saat ini, di dunia baru tercatat 60 kasus," ujarnya. Penyakit ini pertama kali ditemukan di London, Inggris, pada 1752.
Anak penderita Progeria, pada umumnya, baru ‘disadari’ ketika melihat kondisi fisik anak tersebut setelah berumur setahun. Gejala utamanya, rambut rontok hingga botak, tubuhnya mengecil, dan ada kelainan serta perkembangan tulang yang tak sempurna. Indikasi lain, pembuluh darah di batok kepala terlihat jelas, kulit tak mulus, kuku menjadi rapuh, melengkung, dan kekuning-kuningan. Kaki pun mengalami pengeroposan. Selain itu, gigi tumbuh jarang. Bahkan, dalam beberapa kasus, gigi sama sekali tak tumbuh, seperti yang telah disampaikan sebelumnya. Pada kasus Ranti, sang penderita pun mengalami gangguan pendengaran, katarak, serta gangguan pada limfa.
Sumber: http://id.shvoong.com/medicine-and-health/genetics/1942233-penyakit-langka-progeria-progeria-merupakan/#ixzz1NXVRRFaq
Progeria merupakan penyakit kesalahan kode genetik (terjadi mutasi), tepatnya kelainan protein (Lamin A) di sekitar inti sel atau menurut para ahli lainnya kesalahan terdapat di kromosom nomor 1, pada seseorang yang mengakibatkan penuaan dini sebelum waktunya.
Progeria terdiri atas dua jenis yaitu sindrom Hutchinson-Gliford (progeria masa kanak-kanak) dan sindrom Werner (progeria masa dewasa).
Progeria masa kanak-kanak atau yang disebut sebagai sindroma Hutchinson-Gliford ditandai dengan adanya kegagalan pertumbuhan pada tahun pertama kehidupan. Tampak dengan jelas adanya ketidakseimbangan ukuran tubuh (kecil atau cenderung kurus), kulit terlihat keriput, pertumbuhan gigi terlambat atau bahkan tidak ada sama sekali, kemampuan bergerak sangat terbatas, dan beberapa ciri-ciri lainnya. Biasanya, penderita hanya sanggup bertahan hidup sampai awal usia remaja, rata-rata hingga usia 13-14 tahun.
Para penderita seringkali mengalami aterosklerosis progresif (kelainan penyumbatan pembuluh darah) seperti yang biasa tampak pada individu lanjut usia. Hal ini dapat mengakibatkan stroke atau serangan jantung yang berujung pada kematian. Hingga saat ini belum ditemukan pengobatan dan pencegahan yang tepat untuk penanganan kasus progeria ini.
Di Indonesia pun, penyakit Progeria sangatlah langka. Baru ditemukan seorang anak Indonesia yang mengalami nasib kurang beruntung itu. Anak itu bernama Wiradianty yang akrab dipanggil Ranti, yang saat ini telah beristirahat dengan tenang di pangkuan Tuhan Yang Maha Esa.Eriyati Indrasanto, ahli genetika anak pada Rumah Sakit Harapan Kita, merupakan salah satu dokter yang menangani Ranti ketika masih hidup. Saat mulai berobat, Ranti kecil berusia tujuh tahun tiga bulan. Beratnya 10 kg dan tinggi 94 cm. Menurut Eriyati, di dunia hanya ditemui satu penderita Progeria di antara 250.000 kelahiran hidup. Meski begitu, ditemukan pula sebuah keluarga dengan lima orang anak yang seluruhnya adalah penderita Progeria. "Saat ini, di dunia baru tercatat 60 kasus," ujarnya. Penyakit ini pertama kali ditemukan di London, Inggris, pada 1752.
Anak penderita Progeria, pada umumnya, baru ‘disadari’ ketika melihat kondisi fisik anak tersebut setelah berumur setahun. Gejala utamanya, rambut rontok hingga botak, tubuhnya mengecil, dan ada kelainan serta perkembangan tulang yang tak sempurna. Indikasi lain, pembuluh darah di batok kepala terlihat jelas, kulit tak mulus, kuku menjadi rapuh, melengkung, dan kekuning-kuningan. Kaki pun mengalami pengeroposan. Selain itu, gigi tumbuh jarang. Bahkan, dalam beberapa kasus, gigi sama sekali tak tumbuh, seperti yang telah disampaikan sebelumnya. Pada kasus Ranti, sang penderita pun mengalami gangguan pendengaran, katarak, serta gangguan pada limfa.
Sumber: http://id.shvoong.com/medicine-and-health/genetics/1942233-penyakit-langka-progeria-progeria-merupakan/#ixzz1NXVRRFaq
Penyakit langka (progeria) Progeria merupakan penyakit pd seseorang Sumber: http://id.shvoong.com/medicine-and-health/genetics/1942233-penyakit-langk
Progeria merupakan penyakit kesalahan kode genetik (terjadi mutasi), tepatnya kelainan protein (Lamin A) di sekitar inti sel atau menurut para ahli lainnya kesalahan terdapat di kromosom nomor 1, pada seseorang yang mengakibatkan penuaan dini sebelum waktunya.
Progeria terdiri atas dua jenis yaitu sindrom Hutchinson-Gliford (progeria masa kanak-kanak) dan sindrom Werner (progeria masa dewasa)
Progeria masa kanak-kanak atau yang disebut sebagai sindroma Hutchinson-Gliford ditandai dengan adanya kegagalan pertumbuhan pada tahun pertama kehidupan. Tampak dengan jelas adanya ketidakseimbangan ukuran tubuh (kecil atau cenderung kurus), kulit terlihat keriput, pertumbuhan gigi terlambat atau bahkan tidak ada sama sekali, kemampuan bergerak sangat terbatas, dan beberapa ciri-ciri lainnya. Biasanya, penderita hanya sanggup bertahan hidup sampai awal usia remaja, rata-rata hingga usia 13-14 tahun.
Para penderita seringkali mengalami aterosklerosis progresif (kelainan penyumbatan pembuluh darah) seperti yang biasa tampak pada individu lanjut usia. Hal ini dapat mengakibatkan stroke atau serangan jantung yang berujung pada kematian. Hingga saat ini belum ditemukan pengobatan dan pencegahan yang tepat untuk penanganan kasus progeria ini.
Di Indonesia pun, penyakit Progeria sangatlah langka. Baru ditemukan seorang anak Indonesia yang mengalami nasib kurang beruntung itu. Anak itu bernama Wiradianty yang akrab dipanggil Ranti, yang saat ini telah beristirahat dengan tenang di pangkuan Tuhan Yang Maha Esa.
Eriyati Indrasanto, ahli genetika anak pada Rumah Sakit Harapan Kita, merupakan salah satu dokter yang menangani Ranti ketika masih hidup. Saat mulai berobat, Ranti kecil berusia tujuh tahun tiga bulan. Beratnya 10 kg dan tinggi 94 cm. Menurut Eriyati, di dunia hanya ditemui satu penderita Progeria di antara 250.000 kelahiran hidup. Meski begitu, ditemukan pula sebuah keluarga dengan lima orang anak yang seluruhnya adalah penderita Progeria. "Saat ini, di dunia baru tercatat 60 kasus," ujarnya. Penyakit ini pertama kali ditemukan di London, Inggris, pada 1752.
Anak penderita Progeria, pada umumnya, baru ‘disadari’ ketika melihat kondisi fisik anak tersebut setelah berumur setahun. Gejala utamanya, rambut rontok hingga botak, tubuhnya mengecil, dan ada kelainan serta perkembangan tulang yang tak sempurna. Indikasi lain, pembuluh darah di batok kepala terlihat jelas, kulit tak mulus, kuku menjadi rapuh, melengkung, dan kekuning-kuningan. Kaki pun mengalami pengeroposan. Selain itu, gigi tumbuh jarang. Bahkan, dalam beberapa kasus, gigi sama sekali tak tumbuh, seperti yang telah disampaikan sebelumnya. Pada kasus Ranti, sang penderita pun mengalami gangguan pendengaran, katarak, serta gangguan pada limfa.
"Yang perlu mendapat perhatian adalah adanya penumpukan kolesterol di pembuluh darah, terutama di jantung dan usus," kata Eriyati.
Meski begitu, perkembangan otak dan kemampuan inteligensianya tak mengalami gangguan. "Kemampuannya sama dengan anak-anak lain seusianya," kata Eriyati. Hanya saja, kondisi tubuh Ranti tak memungkinkan penderita melakukan aktivitas sebanyak rekan sebayanya.
Menurut Eriyati, sampai sekarang masih belum ada terapi efektif untuk progeria. "Saat ini, penanganannya berdasar keluhan saja," katanya. Pengobatan memang masih jadi masalah. Hal ini dikarenakan penyebab penyakit Progeria sendiri pun masih jadi tanda tanya.
Sejumlah literatur menyebutkan, stroke bisa menyerang anak-anak progeria pada usia empat hingga lima tahun. Eriyati juga mengingatkan pentingnya perhatian terhadap jantung. "Tersumbatnya aliran darah ke jantung adalah penyebab utama kematian si penderita," ujarnya. Hingga saat ini, harapan hidup penderita "hanya" sampai 14 tahun. Lantaran keburu meninggal, barangkali ini alasannya mengapa para ahli genentika kesulitan melacak kaitan penyakit ini dengan faktor keturunan
Sangat disayangkan, ketika individu lain melewati penuaan secara perlahan sembari menikmati waktu hidup mereka, para penderita Progeria justru merasakan suatu hal yang di mana jam penuaan berputar dengan kecepatan amat tinggi, sehingga proses penguzuran berlangsung jauh lebih cepat daripada yang normal terjadi.
Asumsi yang diambil Krawetz yaitu semua gen yang berkaitan dengan proses penuaan adalah bagian dari respons normal karena suatu mekanisme kontrol telah hilang. Maka bila semua gen serempak “dipadamkan”, sehingga responsnya tadi terhenti, untuk dibiarkan berkembang normal, proses penuaan tidak akan terjadi.
Bila penanda progeria dapat ditemukan, Krawets akan mampu mencari jalan mematikan proses penuaan cepat akibat progeria. Jika berhasil, berarti telah ditemukan pula cara menghentikan semua jenis penuaan. Demikianlah, kiprah manusia dalam ilmu yang satu ini tak urung mengundang decak kagum.
Hanya saja, seperti yang tertulis di atas, Progeria belum dapat dicegah maupun diobati. Yang bisa kita lakukan bila dihadapkan dengan kasus seperti itu adalah tetap mendampingi dan memberi semangat kepada sang penderita. Bimbingan untuk membangun rasa percaya diri pun sangat dibutuhkan. Tak ketinggalan, satu hal yang utama dalam menghadapi kasus Progeria yaitu kesabaran, karena para penderita Progeria memiliki emosi yang cenderung tidak stabil. Sehingga emosi kita pun bisa saja ikut tidak stabil ketika kita menghadapi mereka.
Diterbitkan di: 02 Nopember, 2009
Sumber: http://id.shvoong.com/medicine-and-health/genetics/1942233-penyakit-langka-progeria-progeria-merupakan/#ixzz1SmsE4OrT
Progeria terdiri atas dua jenis yaitu sindrom Hutchinson-Gliford (progeria masa kanak-kanak) dan sindrom Werner (progeria masa dewasa)
Progeria masa kanak-kanak atau yang disebut sebagai sindroma Hutchinson-Gliford ditandai dengan adanya kegagalan pertumbuhan pada tahun pertama kehidupan. Tampak dengan jelas adanya ketidakseimbangan ukuran tubuh (kecil atau cenderung kurus), kulit terlihat keriput, pertumbuhan gigi terlambat atau bahkan tidak ada sama sekali, kemampuan bergerak sangat terbatas, dan beberapa ciri-ciri lainnya. Biasanya, penderita hanya sanggup bertahan hidup sampai awal usia remaja, rata-rata hingga usia 13-14 tahun.
Para penderita seringkali mengalami aterosklerosis progresif (kelainan penyumbatan pembuluh darah) seperti yang biasa tampak pada individu lanjut usia. Hal ini dapat mengakibatkan stroke atau serangan jantung yang berujung pada kematian. Hingga saat ini belum ditemukan pengobatan dan pencegahan yang tepat untuk penanganan kasus progeria ini.
Di Indonesia pun, penyakit Progeria sangatlah langka. Baru ditemukan seorang anak Indonesia yang mengalami nasib kurang beruntung itu. Anak itu bernama Wiradianty yang akrab dipanggil Ranti, yang saat ini telah beristirahat dengan tenang di pangkuan Tuhan Yang Maha Esa.
Eriyati Indrasanto, ahli genetika anak pada Rumah Sakit Harapan Kita, merupakan salah satu dokter yang menangani Ranti ketika masih hidup. Saat mulai berobat, Ranti kecil berusia tujuh tahun tiga bulan. Beratnya 10 kg dan tinggi 94 cm. Menurut Eriyati, di dunia hanya ditemui satu penderita Progeria di antara 250.000 kelahiran hidup. Meski begitu, ditemukan pula sebuah keluarga dengan lima orang anak yang seluruhnya adalah penderita Progeria. "Saat ini, di dunia baru tercatat 60 kasus," ujarnya. Penyakit ini pertama kali ditemukan di London, Inggris, pada 1752.
Anak penderita Progeria, pada umumnya, baru ‘disadari’ ketika melihat kondisi fisik anak tersebut setelah berumur setahun. Gejala utamanya, rambut rontok hingga botak, tubuhnya mengecil, dan ada kelainan serta perkembangan tulang yang tak sempurna. Indikasi lain, pembuluh darah di batok kepala terlihat jelas, kulit tak mulus, kuku menjadi rapuh, melengkung, dan kekuning-kuningan. Kaki pun mengalami pengeroposan. Selain itu, gigi tumbuh jarang. Bahkan, dalam beberapa kasus, gigi sama sekali tak tumbuh, seperti yang telah disampaikan sebelumnya. Pada kasus Ranti, sang penderita pun mengalami gangguan pendengaran, katarak, serta gangguan pada limfa.
"Yang perlu mendapat perhatian adalah adanya penumpukan kolesterol di pembuluh darah, terutama di jantung dan usus," kata Eriyati.
Meski begitu, perkembangan otak dan kemampuan inteligensianya tak mengalami gangguan. "Kemampuannya sama dengan anak-anak lain seusianya," kata Eriyati. Hanya saja, kondisi tubuh Ranti tak memungkinkan penderita melakukan aktivitas sebanyak rekan sebayanya.
Menurut Eriyati, sampai sekarang masih belum ada terapi efektif untuk progeria. "Saat ini, penanganannya berdasar keluhan saja," katanya. Pengobatan memang masih jadi masalah. Hal ini dikarenakan penyebab penyakit Progeria sendiri pun masih jadi tanda tanya.
Sejumlah literatur menyebutkan, stroke bisa menyerang anak-anak progeria pada usia empat hingga lima tahun. Eriyati juga mengingatkan pentingnya perhatian terhadap jantung. "Tersumbatnya aliran darah ke jantung adalah penyebab utama kematian si penderita," ujarnya. Hingga saat ini, harapan hidup penderita "hanya" sampai 14 tahun. Lantaran keburu meninggal, barangkali ini alasannya mengapa para ahli genentika kesulitan melacak kaitan penyakit ini dengan faktor keturunan
Sangat disayangkan, ketika individu lain melewati penuaan secara perlahan sembari menikmati waktu hidup mereka, para penderita Progeria justru merasakan suatu hal yang di mana jam penuaan berputar dengan kecepatan amat tinggi, sehingga proses penguzuran berlangsung jauh lebih cepat daripada yang normal terjadi.
Asumsi yang diambil Krawetz yaitu semua gen yang berkaitan dengan proses penuaan adalah bagian dari respons normal karena suatu mekanisme kontrol telah hilang. Maka bila semua gen serempak “dipadamkan”, sehingga responsnya tadi terhenti, untuk dibiarkan berkembang normal, proses penuaan tidak akan terjadi.
Bila penanda progeria dapat ditemukan, Krawets akan mampu mencari jalan mematikan proses penuaan cepat akibat progeria. Jika berhasil, berarti telah ditemukan pula cara menghentikan semua jenis penuaan. Demikianlah, kiprah manusia dalam ilmu yang satu ini tak urung mengundang decak kagum.
Hanya saja, seperti yang tertulis di atas, Progeria belum dapat dicegah maupun diobati. Yang bisa kita lakukan bila dihadapkan dengan kasus seperti itu adalah tetap mendampingi dan memberi semangat kepada sang penderita. Bimbingan untuk membangun rasa percaya diri pun sangat dibutuhkan. Tak ketinggalan, satu hal yang utama dalam menghadapi kasus Progeria yaitu kesabaran, karena para penderita Progeria memiliki emosi yang cenderung tidak stabil. Sehingga emosi kita pun bisa saja ikut tidak stabil ketika kita menghadapi mereka.
Diterbitkan di: 02 Nopember, 2009
Sumber: http://id.shvoong.com/medicine-and-health/genetics/1942233-penyakit-langka-progeria-progeria-merupakan/#ixzz1SmsE4OrT
Selasa, 19 Juli 2011
Koalisi dan Kekuatan Sistem Presidensial
Alih-alih tindak lanjut penyelesaian korupsi mafia perpajakan (yang sekarang tampaknya sudah menjadi angin lalu), atau reformasi kelembagaan negara, atau penanganan kelangkaan bahan bakar dan potensi kenaikan harga pangan - Negara Indonesia akhir-akhir ini diramaikan dengan insiden keretakan koalisi pemerintahan Presiden SBY and potensi bongkar pasang formasi koalisi pendukung pemerintah. Koalisi yang dibangun untuk mendukung dan melanggengkan pemerintahan periode kedua Susilo Bambang Yudhoyon - yang terdiri dari Partai Demokrat, Partai Golkar, PKS, PAN, PPP, dan PKB – sebenarnya sudah menunjukkan kerapuhannya sejak tahun lalu, tetapi retaknya koalisi tersebut mencapai klimaks-nya pada saat pembahasan angket mafia pajak yang dimana Golkar dan PKS secara terang-terangan mengambil direksi yang berseberangan dengan partai pemerintah dan anggota koalisi lainnya. Keretakan yang selama ini kerap disembunyikan dibelakang layar tetap tercium oleh khalayak banyak. Kegeraman pihak Istana dan Demokrat pun pada akhirnya tidak terbendung lagi. Presiden SBY akan mengirim pesan ultimatum kepada para petinggi partai-partai yang tergabung dalam Setgab untuk meminta ketegasan berkoalisi. Gonjang-ganjing soal perubahan formasi dengan rencana mengeluarkan PKS dan Golkar dan menggandeng PDI Perjuangan serta Gerindra pun mulai muncul ke permukaan. Wacana reshuffle kabinet pun muncul seiring dengan berkembangnya keretakan Setgab. Ditengah perdebatan mengenai komposisi aliansi ideal dan pembicaraan mengenai kerapuhan insitusi kepresidenan Indonesia, seyogyanya, marilah kita meletakkan ini semua kepada sebuah perspektif yang benar dan memikirkan kembali sejauh mana bongkar pasang koalisi pemerintahan dapat memberikan efek positif dalam penguatan sistem presidensial kita.
Dalam konstelasi tata negara Indonesia yang sedemikian terfragmentasi oleh keberagaman partai politik dan yang baru saja memulai pembelajaran demokrasi paska jatuhnya rezim Orde Baru, koalisi atau aliansi partai politik dengan tujuan mendukung pemerintahan adalah sebuah keniscayaan. Bukan hanya di Indonesia, koalisi merupakan sebuah realitas politik yang juga terjadi di banyak negara, termasuk negara-negara yang tergolong maju secara kelembagaan dan dewasa dalam kehidupan berpolitik. Tetapi yang terjadi selama ini adalah koalisi parpol banyak dilandaskan oleh kepentingan transaksional belaka. Pemerintahan yang terbentuk sejak jatuhnya Presiden Soeharto tidak pernah lepas dari realitas koalisi, tetapi sejak tahun 1999 (dari koalisi Poros Tengah hingga Setgab), tidak pernah ada sebuah koalisi yang bersifat permanen dan pembagian kekuasaan yang bersifat temporer justru selalu menjadi pondasi dari berdirinya koalisi parpol pendukung pemerintahan. Koalisi yang secara konseptual seharusnya menjadi tonggak penguatan sistem presidensial, malah menjadi alat yang efektif untuk menyandera sang Presiden.
Ditengah perhitungan dan perumusan strategi politik berkenaan dengan formasi Setgab, pertanyaan yang muncul adalah: adakah sebuah koalisi yang ideal? Atau dapatkah masuknya PDI Perjuangan dan Gerindra menjamin koalisi yang bebas konflik? Diatas kertas memang dengan keluarnya Golkar, PPP, PKS dan masuknya PDIP dan Gerindra, SBY dapat memastikan adanya kesamaan ideologis dan kesamaan platform (pro-nasionalis dan pruralisme). Tetapi fakta itu sama sekali tidak memberikan sebuah jaminan apa-apa. Mengutip Winston Churchill bahwa dalam politik, tidak ada teman atau musuh abadi, yang ada hanyalah kepentingan abadi. Masuknya PDIP dan Gerindra, dengan pertimbangan kawan sesama ideologi, bukanlah sebuah antidot keretakan aliansi. Dan juga kelanggengan sebuah koalisi tidak dapat dijamin dengan perbaikan instrumen politik, sebagai contoh: MOU koalisi dan komunikasi antar parpol. Karena pada akhirnya, yang ada hanyalah kepentingan. PDIP memiliki kepentingan, demikian pula Gerindra. Lantas apakah akhirnya koalisi menjadi sesuatu yang mubazir? Tentu tidak. Koalisi, baik di Indonesia atau dinegara multipartai lainnya, membangun sebuah koalisi yang efektif adalah salah satu kunci pendukung efektifitas pemerintahan eksekutif. Koalisi yang baik menentukan, sebagai contoh, mulus tidaknya hubungan legislatif-eksekutif, dan bagaimana proses pembuatan hukum dapat mendukung kebijakan publik pemerintah. Politik membutuhkan relasi. Presiden membutuhkan dukungan, yang kerap kali harus dicari dari luar partai politik yang mengusungnya. Tetapi haruslah diingat bahwa koalisi bukanlah determinan utama untuk memperkuat sistem dan kinerja pemerintahan, karena koalisi sekuat apa pun diatas kertas masih dapat pecah seiring dengan berjalannya waktu.
Ditengah perdebatan yang memakan tidak sedikit energi dan waktu para elit, dan yang semakin menguras tingkat kepercayaan masyarakat akan kesungguhan para politisi, kita sering kali lupa bahwa kunci yang terutama dalam memperkuat sistem presidensial negara kita adalah dengan memperbaiki instutusi kepresidenan itu sendiri. Bukan pendukungnya atau koalisinya, melainkan Presidennya sendiri. Tegak runtuhnya sistem kepresidenan kita terletak dari apakah Presiden sebagai pemimpin tertinggi Republik ini dapat menjalankan mandat dan perannya; dari apakah janji kampanye dipenuhi dengan kesungguhan yang penuh; dari apakah Presiden dapat membebaskan diri dari belenggu politik balas budi dan pencitraan yang semu; serta dari apakah pemimpin yang dipilih langsung oleh rakyat dapat dengan ketulusan hati mementingkan kesejahteraan rakyat ketimbang kepetingan diri dan elit. Penguatan sistem presidensial memerlukan seorang sosok Presiden yang tegas dalam mengemban mandat rakyat, bukan seorang sosok yang dilemahkan oleh politik utang budi dan kepentingan politik dagang sapi. Keberhasilan kinerja ditentukan oleh keseriusan Presiden dalam memilih para pembantu-pembantunya (menteri-menteri anggota kabinet). Presiden selaku pemimpin eksekutif aruslah memilih para menterinya dengan pertimbangan yang rasional, bukan dilandaskan akan pertimbangan politik transaksional. Karena jika didasarkan pertimbangan politis semata, maka kinerja sebuah tim kabinet akan terus dibawah ancaman dinamika politik yang tidak menentu dan akan terus disandera oleh potensi konflik karena perbedaan arah politik dan kepentingan internal parpol. Alhasil, menteri selalu berada dalam ketidakpastian yang cair dan tidak pernah secara tuntas menjalankan tugas yang diberikan kepadanya. Dari semua kabinet dimasa reformasi, kabinet Indonesia Bersatu ke-II adalah jajaran kabinet yang memiliki representatif terbanyak dari parpol pendukung pemerintah (jumlah kalangan profesional lebih sedikit dari fungsionaris partai politik). Hasilnya, dari evaluasi akuntabilitas kinerja sepanjang tahun 2010, hanya 6 kementerian yang mendapat predikat kinerja baik.
Meskipun isu koalisi merupakan isu yang sentral dalam sebuah ketata negaraan, tetapi ditengah cideranya sistem presidensial Indonesia sekarang ini, marilah kita ingat bahwa pembenahan elementer dan hakiki terletak ditangah Presiden SBY sendiri. Keseriusan beliau dan ketegasan beliau dalam memimpin seluruh aspek pemerintahan negara ini adalah kunci yang terutama. Ditengah panasnya bongkar pasang bongkahan aliansi, biarlah Presiden SBY tidak lupa bahwa masih banyak persoalan negara yang bersifat mendesak dan yang membutuhkan Presiden dengan sebuah perhatian full-time, dan bukan Presiden yang absen (yang sebagaimana selama ini dirasakan rakyat). Sebut saja kasus Mafia Pajak yang serasa hilang dari pemberitaan media akhir-akhir ini, padahal kasus tersebut jauh sekali dari selesai. Belum ada tindak lanjut terhadap perusahaan pengemplang pajak dan belum ada pengusutan yang berarti terhadap aktor-aktor di struktur penegak hukum dan direktorat jendral pajak yang notabene merupakan bagian dari jaringan mafia. Sebut saja kasus Century yang sampai saat ini berada dalam kondisi stangnan. Sebut saja persoalan ekonomi yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak: kelangkaan BBM, inflasi tinggi, dan naiknya harga pangan. Sebut saja persoalan kerukunan dan kebebasan umat beragama yang selama ini menjadi objek pembiaran pemerintah. Sebut saja permasalahan akan kebutuhan infrastruktur pendukung kinerja ekonomi yang masih terkatung-katung. Sebut saja masalah kemiskinan dan pendidikan nasional yang selama ini belum mendapat perhatian serius dari pemerintahan, dan lain-lain.
Penguatan sistem presidensial terletak dari apakah Presiden itu dapat secara murni dan konsekuen mengemban dan melaksanakan mandat dari rakyat dan konstitusi, bukanlah semata-mata dari perhitungan kekuatan diatas kertas. Karena hanya dengan itulah seorang Presiden bukan hanya dapat menjadi teladan bagi yang lainnya (aspek pendidikan politik) dan memastikan penguatan insitusi yang dibawahinya (aspek reformasi kelembagaan), tetapi juga dapat memulihkan kepercayaan masyarakat Indonesia akan pemimpinnya yang sekarang ini berada dititik yang sangat rendah. Absennya kepemimpinan seorang Presiden dirasakan rakyat dalam kesehariannya. Pasangan SBY-Boediono yang memiliki modal politik besar dengan dipilih langsung hanya dalam satu putaran saja sampai saat ini belum menunjukan sebuah kinerja yang membanggakan. Kehadiran dan otoritas seorang pemimpin negara sering kali absen mana kala diperlukan. Presiden pun sering kali terlihat mencuci tangan dan terlalu sibuk dengan urusan pencitraan. Kasus kriminalisasi pimpinan KPK (Bibit-Chandra), kasus penanganan Mafia Pajak (Gayus), kasus TKI yang teraniaya dan terlantar dinegeri orang, adalah sedikit contoh dari serentetan persoalan yang dimana kehadiran dan ketegasan seorang Presiden tidak dirasakan oleh rakyat. Maka dari itu, biarlah momen perombakan koalisi bukan hanya menjadi waktu dimana Presiden menata kembali formasi aliansinya, tetapi lebih penting lagi adalah biarlah ini juga menjadi waktu dimana beliau melihat kembali bahwa penguatan sebuah institusi berangkat dari kepala institusi itu sendiri.
Dalam konstelasi tata negara Indonesia yang sedemikian terfragmentasi oleh keberagaman partai politik dan yang baru saja memulai pembelajaran demokrasi paska jatuhnya rezim Orde Baru, koalisi atau aliansi partai politik dengan tujuan mendukung pemerintahan adalah sebuah keniscayaan. Bukan hanya di Indonesia, koalisi merupakan sebuah realitas politik yang juga terjadi di banyak negara, termasuk negara-negara yang tergolong maju secara kelembagaan dan dewasa dalam kehidupan berpolitik. Tetapi yang terjadi selama ini adalah koalisi parpol banyak dilandaskan oleh kepentingan transaksional belaka. Pemerintahan yang terbentuk sejak jatuhnya Presiden Soeharto tidak pernah lepas dari realitas koalisi, tetapi sejak tahun 1999 (dari koalisi Poros Tengah hingga Setgab), tidak pernah ada sebuah koalisi yang bersifat permanen dan pembagian kekuasaan yang bersifat temporer justru selalu menjadi pondasi dari berdirinya koalisi parpol pendukung pemerintahan. Koalisi yang secara konseptual seharusnya menjadi tonggak penguatan sistem presidensial, malah menjadi alat yang efektif untuk menyandera sang Presiden.
Ditengah perhitungan dan perumusan strategi politik berkenaan dengan formasi Setgab, pertanyaan yang muncul adalah: adakah sebuah koalisi yang ideal? Atau dapatkah masuknya PDI Perjuangan dan Gerindra menjamin koalisi yang bebas konflik? Diatas kertas memang dengan keluarnya Golkar, PPP, PKS dan masuknya PDIP dan Gerindra, SBY dapat memastikan adanya kesamaan ideologis dan kesamaan platform (pro-nasionalis dan pruralisme). Tetapi fakta itu sama sekali tidak memberikan sebuah jaminan apa-apa. Mengutip Winston Churchill bahwa dalam politik, tidak ada teman atau musuh abadi, yang ada hanyalah kepentingan abadi. Masuknya PDIP dan Gerindra, dengan pertimbangan kawan sesama ideologi, bukanlah sebuah antidot keretakan aliansi. Dan juga kelanggengan sebuah koalisi tidak dapat dijamin dengan perbaikan instrumen politik, sebagai contoh: MOU koalisi dan komunikasi antar parpol. Karena pada akhirnya, yang ada hanyalah kepentingan. PDIP memiliki kepentingan, demikian pula Gerindra. Lantas apakah akhirnya koalisi menjadi sesuatu yang mubazir? Tentu tidak. Koalisi, baik di Indonesia atau dinegara multipartai lainnya, membangun sebuah koalisi yang efektif adalah salah satu kunci pendukung efektifitas pemerintahan eksekutif. Koalisi yang baik menentukan, sebagai contoh, mulus tidaknya hubungan legislatif-eksekutif, dan bagaimana proses pembuatan hukum dapat mendukung kebijakan publik pemerintah. Politik membutuhkan relasi. Presiden membutuhkan dukungan, yang kerap kali harus dicari dari luar partai politik yang mengusungnya. Tetapi haruslah diingat bahwa koalisi bukanlah determinan utama untuk memperkuat sistem dan kinerja pemerintahan, karena koalisi sekuat apa pun diatas kertas masih dapat pecah seiring dengan berjalannya waktu.
Ditengah perdebatan yang memakan tidak sedikit energi dan waktu para elit, dan yang semakin menguras tingkat kepercayaan masyarakat akan kesungguhan para politisi, kita sering kali lupa bahwa kunci yang terutama dalam memperkuat sistem presidensial negara kita adalah dengan memperbaiki instutusi kepresidenan itu sendiri. Bukan pendukungnya atau koalisinya, melainkan Presidennya sendiri. Tegak runtuhnya sistem kepresidenan kita terletak dari apakah Presiden sebagai pemimpin tertinggi Republik ini dapat menjalankan mandat dan perannya; dari apakah janji kampanye dipenuhi dengan kesungguhan yang penuh; dari apakah Presiden dapat membebaskan diri dari belenggu politik balas budi dan pencitraan yang semu; serta dari apakah pemimpin yang dipilih langsung oleh rakyat dapat dengan ketulusan hati mementingkan kesejahteraan rakyat ketimbang kepetingan diri dan elit. Penguatan sistem presidensial memerlukan seorang sosok Presiden yang tegas dalam mengemban mandat rakyat, bukan seorang sosok yang dilemahkan oleh politik utang budi dan kepentingan politik dagang sapi. Keberhasilan kinerja ditentukan oleh keseriusan Presiden dalam memilih para pembantu-pembantunya (menteri-menteri anggota kabinet). Presiden selaku pemimpin eksekutif aruslah memilih para menterinya dengan pertimbangan yang rasional, bukan dilandaskan akan pertimbangan politik transaksional. Karena jika didasarkan pertimbangan politis semata, maka kinerja sebuah tim kabinet akan terus dibawah ancaman dinamika politik yang tidak menentu dan akan terus disandera oleh potensi konflik karena perbedaan arah politik dan kepentingan internal parpol. Alhasil, menteri selalu berada dalam ketidakpastian yang cair dan tidak pernah secara tuntas menjalankan tugas yang diberikan kepadanya. Dari semua kabinet dimasa reformasi, kabinet Indonesia Bersatu ke-II adalah jajaran kabinet yang memiliki representatif terbanyak dari parpol pendukung pemerintah (jumlah kalangan profesional lebih sedikit dari fungsionaris partai politik). Hasilnya, dari evaluasi akuntabilitas kinerja sepanjang tahun 2010, hanya 6 kementerian yang mendapat predikat kinerja baik.
Meskipun isu koalisi merupakan isu yang sentral dalam sebuah ketata negaraan, tetapi ditengah cideranya sistem presidensial Indonesia sekarang ini, marilah kita ingat bahwa pembenahan elementer dan hakiki terletak ditangah Presiden SBY sendiri. Keseriusan beliau dan ketegasan beliau dalam memimpin seluruh aspek pemerintahan negara ini adalah kunci yang terutama. Ditengah panasnya bongkar pasang bongkahan aliansi, biarlah Presiden SBY tidak lupa bahwa masih banyak persoalan negara yang bersifat mendesak dan yang membutuhkan Presiden dengan sebuah perhatian full-time, dan bukan Presiden yang absen (yang sebagaimana selama ini dirasakan rakyat). Sebut saja kasus Mafia Pajak yang serasa hilang dari pemberitaan media akhir-akhir ini, padahal kasus tersebut jauh sekali dari selesai. Belum ada tindak lanjut terhadap perusahaan pengemplang pajak dan belum ada pengusutan yang berarti terhadap aktor-aktor di struktur penegak hukum dan direktorat jendral pajak yang notabene merupakan bagian dari jaringan mafia. Sebut saja kasus Century yang sampai saat ini berada dalam kondisi stangnan. Sebut saja persoalan ekonomi yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak: kelangkaan BBM, inflasi tinggi, dan naiknya harga pangan. Sebut saja persoalan kerukunan dan kebebasan umat beragama yang selama ini menjadi objek pembiaran pemerintah. Sebut saja permasalahan akan kebutuhan infrastruktur pendukung kinerja ekonomi yang masih terkatung-katung. Sebut saja masalah kemiskinan dan pendidikan nasional yang selama ini belum mendapat perhatian serius dari pemerintahan, dan lain-lain.
Penguatan sistem presidensial terletak dari apakah Presiden itu dapat secara murni dan konsekuen mengemban dan melaksanakan mandat dari rakyat dan konstitusi, bukanlah semata-mata dari perhitungan kekuatan diatas kertas. Karena hanya dengan itulah seorang Presiden bukan hanya dapat menjadi teladan bagi yang lainnya (aspek pendidikan politik) dan memastikan penguatan insitusi yang dibawahinya (aspek reformasi kelembagaan), tetapi juga dapat memulihkan kepercayaan masyarakat Indonesia akan pemimpinnya yang sekarang ini berada dititik yang sangat rendah. Absennya kepemimpinan seorang Presiden dirasakan rakyat dalam kesehariannya. Pasangan SBY-Boediono yang memiliki modal politik besar dengan dipilih langsung hanya dalam satu putaran saja sampai saat ini belum menunjukan sebuah kinerja yang membanggakan. Kehadiran dan otoritas seorang pemimpin negara sering kali absen mana kala diperlukan. Presiden pun sering kali terlihat mencuci tangan dan terlalu sibuk dengan urusan pencitraan. Kasus kriminalisasi pimpinan KPK (Bibit-Chandra), kasus penanganan Mafia Pajak (Gayus), kasus TKI yang teraniaya dan terlantar dinegeri orang, adalah sedikit contoh dari serentetan persoalan yang dimana kehadiran dan ketegasan seorang Presiden tidak dirasakan oleh rakyat. Maka dari itu, biarlah momen perombakan koalisi bukan hanya menjadi waktu dimana Presiden menata kembali formasi aliansinya, tetapi lebih penting lagi adalah biarlah ini juga menjadi waktu dimana beliau melihat kembali bahwa penguatan sebuah institusi berangkat dari kepala institusi itu sendiri.
Langganan:
Postingan (Atom)